RKUHP Dinilai Tak Berpihak Pada Kelestarian Alam, Cuma Bergantung Ketentuan Administratif
RKUHP terakhir menurutnya masih bergantung pada ketentuan administratif, dan masih lemah soal penegakan hukum pidana pelaku perusak lingkungan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Forum Politisi Muda Indonesia (FPMI) yang juga politikus Partai Nasdem, Arda Kusumawati berpandangan Indonesia hanya membutuhkan dua hal soal pelestarian alam.
Pertama adalah kesadaran terhadap kesetaraan antara alam dan manusia, kedua yakni adanya kebijakan publik yang berpihak pada kelestarian alam.
Hal ini ia sampaikan dalam diskusi daring Perludem - FPMI bertema 'Aspirasi Politisi Muda Indonesia Terhadap RKUHP', pada Sabtu (3/9/2022).
"Yang kita butuhkan hanya dua saja, kesadaran terhadap kesetaraan antara alam dan manusia, serta kebijakan publik berpihak pada kelestarian alam," kata Arda.
Sementara Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini bergulir di DPR dipandang tak berpihak pada kelestarian alam.
RKUHP terakhir menurutnya masih bergantung pada ketentuan administratif, dan masih lemah soal penegakan hukum pidana pelaku perusak lingkungan.
Selain itu pertanggungjawaban korporasi terhadap pengrusakan alam juga dipandang masih terlalu ringan.
"RKUHP tak berpihak pada kelestarian alam, bergantung pada ketentuan administratif, pelemahan penegakan hukum pidana lingkungan hidup, ringannya pertanggungjawaban korporasi," ucapnya.
Baca juga: Soal Pasal Lingkungan Hidup dalam RKUHP: Ancaman Bagi Korporasi Bukan Solusi Atasi Kerusakan Alam
Misalnya saja kata Arda, dalam Pasal 344 dan 345 RKUHP tidak dituangkan dengan jelas soal batasan baku mutu dari pertanggungjawaban, serta nihilnya frasa soal denda minimal.
Padahal dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Pasal 98 dan Pasal 99 yang sudah ada, tertuang dengan eksplisit soal denda minimal dan maksimal.
Ia khawatir nihilnya ketentuan soal denda minimal bagi pelaku perusak alam dalam RKUHP, justru membuat penegakan hukum jadi semaunya. Sebab bisa saja pelaku perusak alam atau lingkungan hanya dikenai denda Rp2 juta, lantaran tak adanya ketentuan soal denda minimal dalam RKUHP.
"Jadi ada kemerosotan dengan tidak adanya minimal. RKUHP lebih simpel daripada UU yang sudah ada sebelumnya, dan itu justru pelemahan," terangnya.