Pembahasan RUU Sisdiknas Dinilai Harus Libatkan Semua Pemangku Kepentingan Pendidikan
Ketua Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan NU Circle nilai pembahasan RUU Sisdiknas harus ditunda karena dibuat dengan tergesa-gesa oleh Pemerintah.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan NU Circle yang juga peneliti bidang pendidikan Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) Bambang Pharmasetiawan menilai pembahasan RUU Sisdiknas harus ditunda.
Menurut Bambang, penyusunan RUU Sisdiknas dibuat dengan tergesa-gesa oleh Pemerintah.
"RUU Sisdiknas dibuat sangat tergesa-gesa sehingga banyak pasalnya yang dibuat memiliki banyak kelemahan,” kata Bambang melalui keterangan tertulis, Senin (5/9/2022).
Bambang mengatakan pembahasan RUU Sisdiknas harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan.
Pelibatan pemangku kepentingan harus dilakukan sejak awal, dan bukan sekadar formalitas untuk memenuhi persyaratan administratif saja.
“Semua pemangku kepentingan pada bidang pendidikan, baik praktisi pemerhati, pakar, tidak anti perubahan, namun merevisi UU Sisdiknas harus dibahas secara mendalam karena RUU ini menyangkut masa depan bangsa Indonesia yang besar ini," jelas Bambang.
Meskipun diakui RUU ini memiliki terobosan dalam hal perhatiannya pada pengakuan guru-guru PAUD dan guru-guru yang belum tersertifikasi, jika dilihat secara keseluruhan RUU ini akan menuai banyak masalah.
Naskah akademik Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional yang dibuat oleh gabungan FKPPI, Aliansi Kebangsaan, YSNB didukung NU Circle dan puluhan pakar, pemerhati, dan praktisi pendidikan telah diserahkan kepada Komisi X DPR pada dua tahun lalu.
Baca juga: Simak Perubahan Kebijakan dalam RUU Sisdiknas, Terdapat 10 Poin Ketentuan Peralihan
Bambang memberikan satu contoh masalah pada RUU Sisdiknas tersebut, yaitu dalam narasi di naskah akademik RUU Sisdiknas mengenai Profil Pelajar Pancasila.
"Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila selaras dengan kompetensi yang dianjurkan masyarakat global," ungkap Bambang.
Menurut Bambang, narasi ini sangat membahayakan karena yang dipakai adalah nilai luhur universal.
"Memang selaras dengan Pancasila, tapi jadinya itu bukan nilai-nilai Pancasila yang seutuhnya. Pasti ada bagian yang hilang," tutur Bambang.
Padahal naskah akademik tersebut mengakui bahwa sesuai pandangan Yudi Latif pakar dari Aliansi Kebangsaan bahwa Pancasila adalah satu kesatuan yang terintegrasi.
Jika sila-sila Pancasila dilihat secara terpisah-pisah atau parsial, nilai-nilai yang dapat diteladani menjadi dangkal dan tidak bermakna.
Sementara itu, Ketua Bidang Pendidikan dan Sosial Budaya PP FKPPI Susetya Herawati menambahkan bahwa dalam penyusunan RUU ini hendaknya merujuk kaidah-kaidah dalam penyusunan kebijakan publik.
Selain partisipasi masyarakat, juga harus melibatkan pakar, praktisi, maupun pemerhati pendidikan.
Serta melibatkan pihak-pihak yang menyusun RUU lain yang akan bersinggungan dengan RUU Sisdiknas ini.
Baca juga: Isi Poin Penting dalam RUU Sisdiknas: Guru Wajib PPG hingga Wajib Belajar Berubah Jadi 13 Tahun
Hera, yang juga merangkap Sekretaris YSNB menambahkan bahwa saat ini masih berlaku UU no. 23/2019 Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara.
Dalam salah satu pasalnya dikatakan bahwa Keikutsertaan Warga Negara dalam usaha Bela Negara salah satunya melalui Pendidikan Kewarganegaraan dalam satu sistem pendidikan nasional di Indonesia.
“Padahal dalam RUU ini Pendidikan Kewarganegaraan sudah dihilangkan dan diganti dengan Pendidikan Pancasila, jadi terlihat ketidak sinkronannya,” jelas Hera.
Dirinya mengatakan bahwa penundaan revisi RUU Sisdiknas ini bukan berarti anti perubahan, namun tetap setuju berubah tapi dengan penuh kehati-hatian merevisinya dan dilakukan analisa yang tepat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.