Ekonom Sebut Narasi BBM Subsidi Salah Sasaran Tidak Tepat, Masyarakat Tetap Beli Pertalite
narasi pemerintah terkati Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang tidak tepat sasaran sehingga berujung naiknya tarif BBM tidaklah tepat.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira mengamati narasi pemerintah terkati Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang tidak tepat sasaran sehingga berujung naiknya tarif BBM tidaklah tepat.
Menurutnya narasi ini merupakan narasi berulang yang bahkan pada saat tahun 2014 lalu ketika harga premium dan solar dinaikkan juga telah dipakai oleh pemerintah.
Sehingga, dengan dinaikkanya tarif BBM, menurut Bhima masyarakat akan tetap memilih untuk menggunakan pertalite.
Lebih lanjut, Bhima menegaskan, jika yang menjadi permasalahan adalah sasaran BBM bersubsidi, harusnya pemerintah sudah melakukan tindakan yang konkrit untuk mengantisipasi hal ini dengan melakukan mekanisme pembatasan, tidak dengan malah menaikkan harga BBM.
“Masyarakat sedikit banyak apatis, bahwa ini narasi yang berulang. Karena kalau 2014 narasinnya tetap sama terkait oleh BBM yang tidak dibeli mereka yang berhak, yang jadi pertanyaan sejak 2014 sampai 2022 pemerintah ngapain saja kok tidak melakukan pembatasan,” ucap Bhima, Rabu (7/9/2022), saat jadi narasumber dalam diskusi daring bertajuk Sikap Publik terhadap Pengurangan Subsidi BBM.
Bhima masih tidak melihat korelasi antara BBM salah sasaran dengan kenaikan harga. Apalagi ia melihat kenaikan harga cukup signifikan hingga mencapai 30 persen untuk pertalite, kemudian juga diikuti oleh kenaikan solar hingga pertamax.
Lebih lanjut, jika tujuan kenaikan BBM adalah agar tidak ada lagi masarakat yang salah sasaran, hal ini tentu tidak berhasil. Apalagi dengan melihat selisih harga yang cukup lebar antara pertalite dan pertamax, masyarakat masih akan tetap memilih menggunakan pertalite.
Baca juga: Pakar Nilai Kebijakan Pemerintah Mengalihkan Subsidi BBM Tepat untuk APBN
“Karena sebelumnya misalnya tidak disuruh konsumsi pertalite untuk bergerak ke Pertamax (dengan menaikkan tarif BBM), kalau selisih harga cukup lebar sekitar 4500 maka orang tetap migrasi ke Pertalite,” jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah akhirnya buka suara soal simpang siur harga BBM subsidi yang disebut-sebut bakal naik atau tidak lagi disubsidi.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan harga BBM bersubsidi telah disesuaikan.
Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter. Solar Subsidi dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter. Kemudian Pertamax nonsubsidi dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.
Harga ini mulai berlaku sejak Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.