Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pimpinan MPR: Butuh Gerak Bersama untuk Percepatan Penanggulangan Stunting

Semua pihak harus bergerak bersama untuk mewujudkan generasi unggul menyambut Indonesia Emas 2045.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pimpinan MPR: Butuh Gerak Bersama untuk Percepatan Penanggulangan Stunting
Ist
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema "Problem Gizi dan Pengelolaan Makanan" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (7/9/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor kesehatan lewat pemenuhan gizi bagi anak dan balita dalam rangka pencegahan stunting.

Semua pihak harus bergerak bersama untuk mewujudkan generasi unggul menyambut Indonesia Emas 2045.

"Saat ini kita sebenarnya berada pada situasi darurat gizi dengan angka stunting yang cukup tinggi. Bagaimana kita harus memperbaiki kondisi ini untuk menciptakan masyarakat yang baik secara jasmani dan rohani, ini merupakan tantangan yang harus kita jawab bersama," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema "Problem Gizi dan Pengelolaan Makanan" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (7/9/2022).

Menurut Lestari, upaya meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing juga merupakan salah satu prioritas nasional untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.

Baca juga: Cegah Stunting, Kementan Bakal Perbanyak Varietas Padi Bernutrisi Tinggi

 Rerie, sapaan akrab Lestari, mengatakan  upaya percepatan pencegahan stunting yang konvergen, baik pada perencanaan, pelaksanaan, termasuk pemantauan dan evaluasinya di berbagai tingkat pemerintahan, termasuk desa, harus bisa segera direalisasikan.

"Sudahkah kita mengidentifikasi gap yang ada dan langkah apa yang sudah kita lakukan untuk memenuhi target yang telah ditetapkan," ujar Rerie.

Sejumlah tantangan itu, jelas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, tidak boleh diabaikan agar kita mampu melahirkan generasi penerus yang sehat.

Berita Rekomendasi

Selain itu upaya untuk mendorong pemenuhan gizi masyarakat, jelas Rerie, juga merupakan bagian dari langkah dalam percepatan pemulihan ekonomi, lewat perhatian terhadap pola konsumsi makanan sehat bagi para tenaga kerja.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, tambahnya, prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat hampir dua kali lipat, dari 19,1 persen pada 2007 menjadi 35,4% pada 2018.

Karena itu, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, mencegah stunting dan obesitas harus menjadi tugas bersama dalam upaya peningkatan SDM berkualitas dan berdaya saing untuk mewujudkan generasi unggul pada Indonesia Emas 2045.

Diskusi dimoderatori Luthfi Assyaukanie, Ph.D (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI).

Menghadirkan narasumber dr.Ni Made Diah Permata Laksmi D, MKM (Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak- Kemenkes RI), Prof. drh. Muhammad Rizal Damanik, MRepSc, PhD (Deputi Bid Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN), Prof. Dr. Ir Annis Catur Adi M.Si (Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga), dan Agnes A. Mallipu (Direktur The Global Alliance for Improved Nutrition /GAIN Indonesia).

Selain itu, hadir pula Felly Estelita Runtuwene (Ketua Komisi IX DPR RI), Amelia Anggraini (Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem), dan Dyah Puspitorini (Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah 2016-2020) sebagai penanggap.

Pelaksana Tugas Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak- Kemenkes RI, Ni Made Diah Permata Laksmi mengakui kondisi gizi balita di Indonesia memang masih menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan.

Hal itu, ujar Ni Made Diah, disebabkan sejumlah faktor asupan gizi, kualitas dan keanekaragaman pangan yang belum memadai hampir di seluruh Indonesia.

Selain itu, tambah dia, di tingkat masyarakat juga terjadi ancaman obesitas karena pola makan tidak diimbangi aktivitas fisik yang memadai lewat perubahan gaya hidup.

Konsumsi yang tidak memenuhi gizi seimbang, ujar NI Made Diah, juga menciptakan risiko mudah terkena penyakit sehingga sangat diperlukan ketersediaan pangan yang cukup.

Kondisi pascapandemi yang berdampak pada perekonomian keluarga, jelasnya, sangat mempengaruhi upaya pemenuhan gizi berimbang.

Saat ini, jelas dia, Kementerian Kesehatan sedang mengupayakan transformasi kesehatan lewat transformasi layanan kesehatan primer, edukasi dan skrining kesehatan.

Intervensi gizi seimbang, tambahnya, harus dilakukan sejak Ibu hamil untuk menghindari ancaman anemia yang bisa berdampak pada pertumbuhan bayi.

Deputi Bid Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Muhammad Rizal Damanik berpendapat kecukupan gizi merupakan salah satu isu kesehatan yang dihadapi Indonesia.

Karena, jelas Muhammad Rizal, empat penyakit tidak menular di Indonesia itu sangat terkait dengan pemenuhan gizi seimbang, sehingga hal itu merupakan masalah yang serius.

Hal-hal dasar yang menyebabkan terjadinya kekurangan gizi, jelas dia, masih sering terjadi di masyarakat. Seperti antara lain budaya sarapan yang kurang memadai dan kurang beragamnya makanan yang dikonsumsi.

Bahkan, ungkap Muhammad Rizal, diperkirakan pada 2029 satu dari dua orang di Indonesia akan menghadapi obesitas.

Dalam upaya percepatan pencapaian target penurunan angka stunting, Muhammad Rizal mengungkapkan, pihaknya menerjunkan Tim Pendamping Keluarga di desa-desa di tanah air.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Annis Catur Adi berpendapat masih banyaknya pemahaman yang salah terkait pemenuhan gizi di lingkungan keluarga Indonesia menjadi salah satu faktor pendorong masalah kesehatan masyarakat.

Untuk mengatasi kondisi itu, ujar Annis, kita secara bersama harus kerja keras, kerja cerdas dan tawakal.

Stunting, jelasnya, merupakan masalah serius dan genting, karena tidak hanya pengaruhi kondisi fisik. Namun, tegasnya, juga mempengaruhi perkembangan otak dan organ lainnya yang rawan memicu penyakit terhadap anak dan balita.

Sehingga, ujar Annis, intervensi asupan gizi pada usia bayi masih di dalam kandungan hingga dua tahun merupakan langkah penting.

Kekurangan gizi, jelas dia, bukan hanya soal makanan, tetapi juga soal pola hidup. Masyarakat, seringkali mengabaikan keragaman sumber pangan, padahal di Indonesia banyak sumber pangan bergizi.

Direktur The Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia, Agnes A. Mallipu menegaskan pihaknya terus berupaya mendorong konsumsi berkelanjutan makanan bergizi untuk semua lewat perubahan sistem pangan di Indonesia.

Perubahan sistem pangan itu, menurut Agnes, harus dilakukan mulai tahap storage, processing hingga konsumsi dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi.

Memiliki data yang akurat terkait sebaran stunting di setiap daerah sangat penting, jelas Agnes, untuk mendorong percepatan penanggulangan stunting di tanah air secara bersama-sama.

Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene mendukung berbagai upaya penanggulangan stunting dan obesitas lewat upaya bersama memperbaiki gizi masyarakat.

Menurut Felly dalam upaya untuk mempercepat penanggulangan stunting perlu dipertegas lagi siapa melakukan apa, karena langkah tersebut memerlukan keterlibatan banyak pihak.

Felly berharap, BKKBN mampu melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan baik untuk memastikan keberlanjutan program-program yang dijalankan.

Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini berpendapat masalah gizi di Indonesia kerap kali disebabkan kurangnya aktivitas fisik, gangguan pola makan, keberagaman makanan dan persoalan budaya.

Amelia menilai perlu kerja sama antarsektor agar bangsa ini mampu mengatasi faktor-faktor penyebab masalah gizi tersebut.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah 2016-2020, Dyah Puspitorini menilai masalah gizi anak di Indonesia muncul karena faktor budaya. Sebagai contoh, petani sayur di desa biasa menjual hasil tanaman sayur yang bagus dan mengonsumsi produk yang tidak layak jual.

Sehingga, tambahnya, meski di daerah penghasil sayur masyarakatnya menghadapi masalah gizi. Menurut Dyah, upaya edukasi masif masyarakat sangat diperlukan karena stunting itu efeknya jangka panjang.

Dyah mendorong pembangunan pos gizi sebagai pusat edukasi dan penanganan stunting di daerah-daerah miskin.

Jurnalis senior Saur Hutabarat di akhir diskusi menyoroti bahayanya ancaman obesitas terhadap generasi penerus bangsa.

Karena, ujar Saur, saat ini di sejumlah negara maju seperti Singapura, negara-negara Eropa dan Amerika kesulitan menurunkan angka obesitas warganya, yang berpotensi pada peningkatan ancaman kesehatan masyarakat.

Indonesia, tegas Saur, harus mewaspadai ancaman itu lewat upaya peduli terhadap konsumsi gizi berimbang dan menimbang badan secara rutin dalam upaya menghindari obesitas. *

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas