KPK Tetapkan Bapak dan Anak Sebagai Tersangka Kasus Suap di Mamberamo Tengah Papua
KPK menetapkan bapak dan anak Simon Pampang dan Jusieandra Pribadi Pampang sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek di Mamberamo Tengah, Papua.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bapak dan anak, Simon Pampang dan Jusieandra Pribadi Pampang sebagai tersangka kasus dugaan suap berbagai proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah, Provinsi Papua.
Diketahui Simon Pampang merupakan Direktur Utama PT Bina Karya Raya dan Jusieandra Pribadi Pampang menjabat sebagai Direktur PT Bumi Abadi Perkasa.
Selain bapak-anak, KPK turut menjerat Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak dan Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding sebagai tersangka.
"Diawali pengumpulan berbagai informasi dan data yang selanjutnya ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan berlanjut ke tahap penyidikan," ucap Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022).
Simon dan Jusieandra langsung ditahan KPK di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur selama 20 hari pertama, terhitung 8 September 2022 hingga 27 September 2022.
Baca juga: KPK Segera Panggil Dandim Jayawijaya Terkait Kasus Kaburnya Bupati Mamberamo Tengah
Sementara, Marten Toding yang dipanggil hari ini mengonfirmasi kepada KPK tidak bisa datang.
"KPK mengingatkan tersangka lainnya untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik pada agenda pemeriksaan berikutnya," tegas Karyoto.
Sedangkan, Ricky Ham Pagawak diketahui masih berstatus buron. KPK, kata Karyoto, masih mencari keberadaan Ricky yang kabur ke Papua Nugini.
Baca juga: Polda Papua Menduga Bupati Mamberamo Tengah Telah Berada di Port Moresby
"Khusus tersangka RHP (Ricky Ham Pagawak), KPK tetap berupaya untuk melakukan pencarian keberadaan yang bersangkutan dengan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait," katanya.
Konstruksi Perkara
Simon Pampang, Jusieandra Pribadi Pampang, dan Marten Toding adalah kontraktor yang ingin mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah.
Agar bisa mendapatkan proyek pekerjaan tersebut, Simon, Jusieandra, dan Marten kemudian melakukan pendekatan dengan Ricky yang menjabat Bupati Mamberamo Tengah.
KPK menduga ada penawaran dari Simon, Jusieandra, dan Marten pada Ricky yang antara lain akan memberikan sejumlah uang apabila Ricky bersedia untuk langsung memenangkan dalam pengerjaan beberapa paket pekerjaan di Pemkab Mamberamo Tengah.
Baca juga: Komisi II DPR Minta Kemendagri Lakukan Langkah Khusus soal Bupati Mamberamo Tengah Jadi Buron KPK
"RHP kemudian bersepakat dan bersedia memenuhi keinginan dan permintaan SP (Simon Pampang), JPP (Jusieandra Pribadi Pampang), dan MT (Marten Toding) dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar diberikan khusus pada SP, JPP dan MT," ungkap Karyoto.
KPK menengarai Jusieandra mendapatkan paket pekerjaan 18 paket dengan total nilai Rp217,7 miliar, di antaranya proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura. Sedangkan, Simon diduga mendapatkan 6 paket pekerjaan dengan nilai 179,4 miliar.
"Adapun MT mendapatkan 3 paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar," ucap Karyoto
Karyoto mengatakan, realisasi pemberian uang pada Ricky dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan Ricky.
Adapun besaran uang yang diberikan oleh para tersangka dimaksud kepada pada Ricky selaku Bupati sekira Rp24,5 miliar.
Baca juga: KPK Telusuri Transaksi Perbankan Bupati Mamberamo Tengah di Bank Papua
"Terkait jabatannya, RHP diduga juga menerima uang dari beberapa pihak lainnya, yang jumlahnya masih terus kami dalam pada proses penyidikan ini," ujar Karyoto.
Para pemberi, Simon, Jusieandra, dan Marten disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara, Ricky sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.