IPW: Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati Lewat Isu Pelecehan Putri Candrawathi
Isu pelecehan seksual yang diduga dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi, menurut IPW bisa saja jadi strategi pembelaan Ferdy Sambo.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Indonesia Police watch (IPW) terus mengawal kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J).IPW: Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati, Lewat Isu Pelecehan.
Terbaru IPW berpendapat soal ada makna tersendiri di balik menggaungnya isu pelecehan seksual yang diduga dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga kuat adanya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah.
Disebutkan Komnas HAM, peristiwa kekerasan seksual tersebut dilakukan pada 7 Juli 2022.
Sementara itu Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menilai ada upaya Ferdy Sambo ingin lolos dari ancaman hukuman mati, bersamaan dengan munculnya isu pelecehan seksual tersebut.
Baca juga: Bharada Sadam, Sosok Baru di Balik Kasus Tewasnya Brigadir J, Ternyata Sopir Ferdy Sambo
“FS (Ferdy Sambo) ingin lolos dari hukuman mati, ini yang harus diperhatikan oleh penyidik, bahwa ada wacana lepas dari hukuman mati dengan isu pelecehan.”
Hal tersebut disebut Sugeng sebagai strategi pembelaan dari Ferdy Sambo.
“Apabila dugaan pelecehan seksual tersebut terbukti, maka Ferdi Sambo bisa lolos dari jerat pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana,” katanya dikutip Tribunnews dari laman YouTube Kompas TV, Senin (12/9/2022).
Termasuk pembelaan Ferdy Sambo yang sebelumnya mengatakan tak ikut menembak Brigadir J.
“Kemudian harus dilihat peran itu, pembelaan FS itu, ingin lolos dari hukuman mati ini yang harus diperhatikan oleh penyidik,” lanjutnya.
“Bahwa ada wacana untuk lepas dari hukuman mati dengan isu pelecehan karena itu sesuatu yang punya potensi kuat untuk meringankan dia (Ferdy Sambo),” imbuhnya lagi.
Dengan istilah ‘menjaga kehormatan’, yang saat awal kasus dikatakan Ferdy Sambo.
Namun apabila hal-hal tersebut nantinya terbukti di persidangan, termasuk tidak adanya pelecehan seksual, maka menjadi pasal 340 mengarah kepada tuntutan maksimal.
Kamaruddin Simanjuntak: Pelecehan Brigadir J Tak Terbukti Menurut Brigjen Andi Rian dan Komjen Agus
Baca juga: Komnas HAM Serahkan Laporan Kasus Ferdy Sambo ke Mahfud MD, Berharap Dihukum Berat
Soal dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) kepada Putri Candrawathi terus menggaung.
Hal tersebut pun membuat Kamaruddin Simanjuntak merasa heran.
Bahkan dirinya menuding Komnas HAM telah diberi ‘amplop’ mengatakan soal dugaan pelecehan seksual tersebut.
“Jadi Komnas HAM, Komnas Perempuan, Kompolnas itu harus kita waspadai, mengapa mereka ini mengatakan dugaan pelecehan seksual padahal sudah di SP3-kan,” ujarnya, dikutip Tribunnews dari YouTube Kompas TV, Minggu (11/9/2022).
Disebutkannya, bahkan pelecahan seksual tersebut tidak terbukti menurut Kabareskrim Polri, Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Agus Andrianto dan Dirtipidum, Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi Andi Rian Djajadi.
“Laporan mengenai pelecehan seksual itu tidak terbukti, tidak ditemukan buktinya atau tidak terjadi menurut Dirtipidum Bareskrim Polri maupun Kabareskrim Polri,” tuturnya lagi.
Namun, yang terjadi hanya pembunuhan berencana, kata Kamaruddin Simanjuntak.
Pihaknya pun menduga, Komnas HAM dan pihak-pihak terkait yang menyebut soal dugaan pelecehan seksual telah melalui semacam kontrak, juga menerima ‘amplop’.
“Mungkin atau diduga mereka melakukan kontrak di awal, jadi harus mengatakan itu (dugaan pelecehan seksual), dan dibalik kontrak itu mungkin ada prestasi, jadi kalau tidak mengucapkan itu mungkin akan ada wanprestasi,” kata Kamaruddin.
Komjen Agus Andrianto Bicara Isu Pelecehan terhadap Putri Candrawathi
Kasus dugaan kekerasan seksual atau pelecehan yang dilakukan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) terhadap Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah, terus menggaung.
Polri pun mengatakan akan memproses dugaan kekerasan seksual Brigadir J terhadap istri jenderal eks Kadiv Propam Polri tersebut.
Namun, dengan adanya suatu persyaratan.
Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto, mengatakan kasus dugaan pelecehan tersebut bisa diproses sepanjang didukung alat bukti yang cukup.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga kuat adanya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Putri Candrawathi di Magelang.
Disebutkan Komnas HAM, peristiwa kekerasan seksual tersebut dilakukan pada 7 Juli 2022.
"Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC (Putri Candrawathi) di Magelang, tanggal 7 Juli 2022," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, Kamis (1/9/2022) lalu
Pernyataan spekulasi Komnas HAM tersebut mengundang banyak tanggapan, termasuk kritik.
Seolah disebut-sebut, Komnas HAM telah 'menghidupkan' kembali isu pelecehan seksual tersebut.
Padahal kasus dugaan pelecehan Istri Ferdy Sambo yang dilaporkan oleh Putri Candrawathi terhadap Brigadir J dihentikan polisi karena tidak ditemukan unsur pidana.
Alat Bukti
Komjen Agus Andrianto mengatakan sepanjang ada alat bukti yang cukup, dugaan kasus pelecehan seksual dapat diproses.
"Sepanjang didukung dengan alat bukti ya kami proses," kata Komjen Agus Andrianto kepada wartawan di Jakarta, Senin (5/9/2022), dikutip Tribunnews dari Kompas TV.
Komjen Agus pun menyayangkan dugaan pelecehan yang dialami Putri Candrawathi itu tidak dilaporkan yang bersangkutan atau pun Ferdy Sambo ke polres setempat.
Akibatnya, tidak ada olah tempat kejadian perkara (TKP) terkait dugaan terjadinya pelecehan seksual itu.
Termasuk juga tidak ada pengambilan bukti-bukti terkait peristiwa tersebut.
Baca juga: Ferdy Sambo Bantah Keterangan Bharada E soal Ikut Menembak Brigadir J
"Sayangnya mereka tidak melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian (Polres), sehingga tak ada olah TKP dan pengambilan bukti-bukti terkait kejadian tersebut,” ujar dia.
Komjen Agus menegaskan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasa Seksual (UU TPKS) sedikit menyulitkan penyidikan.
Namun, ia menuturkan, apapun yang dinarasikan, harus didukung alat bukti yang ada.
“Apapun yang dinarasikan bagi kami penyidik ya harus didukung alat bukti yang ada,” ucap Agus.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (Kompas.com/Tito Dirhantoro)