SAS Institute Sesalkan Wali Kota Cilegon Ikut Tanda Tangani Penolakan Pembangunan Rumah Ibadah
Apa yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon dengan ikut menandatangani penolakan pendirian geraja, adalah jelas pelanggaran terhadap
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif SAS Institute Dr. H. Sa’dullah Affandy menyesalkan penolakan rencana pendirian gereja di kota Cilegon, yang diprakarsai oleh kelompok yang menamakan diri sebagai Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon.
Apalagi ikut ditanda tangani oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon.
Sa'dullah mengatakan, apa yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon dengan ikut menandatangani penolakan pendirian geraja, adalah jelas pelanggaran terhadap konstitusi.
"Yakni UUD Pasal 29 ayat 2 yang menjamin setiap warga negara bebas memeluk agama daan beribadat berdasarkan agama dan kepercayaaannya," kata Sa'dullah, Senin (12/9/2022).
Menurutnya, apa yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon dengan ikut menyutujui penolakan pendirian rumah ibadah (gereja) jelas melanggar Hak Asasi Manusia.
"Di mana pemerintah seharusnya menjamin kebebasan beragama dan beribadat warganya," katanya.
Ia juga menyoroti apa yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon dengan ikut menyetujui penolakan pendirian gereja, lebih karena mengikuti desakan warga atau kelompok yang intoleran, dan kurang mempertimbangkan konstitusi, HAM, PMB 2 Menteri tentang pendirian tempat ibadah.
"Ini jelas tidak benar," katanya.
Baca juga: Wali Kota Cilegon Dukung Penolakan Gereja, Fraksi PKS DPR RI Buka Suara
Sa'dullah menjelaskan bila ada alasan historis yang melatar belakangi penolakan gereja tersebut atau penolakan itu didasari pada Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/ SK/1975, tanggal 20 Maret 1975, yang mengatur tentang Penutupan Tempat Jemaah Bagi Agama Kristen dalam daerah Kabupaten Serang, sekarang Cilegon.
"Maka alasan apapun , seharusnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Selama daerah itu masih dalam NKRI maka harus tunduk kepada konstitusi. Maka SK Bupati tersebut harus dibatalkan, karena ini dapat dinilai sebagai upaya makar," jelasnya.