Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Menilai Wacana Memasukkan Kembali PPHN dalam Konstitusi Tak Memiliki Urgensi

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai wacana memasukkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam konstitusi tidak memiliki urgensi.

Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pakar Hukum Menilai Wacana Memasukkan Kembali PPHN dalam Konstitusi Tak Memiliki Urgensi
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai wacana memasukkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam konstitusi tidak memiliki urgensi sama sekali. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai wacana memasukkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam konstitusi tidak memiliki urgensi sama sekali.

Menurut Bivitri Susanti, PPHN menjadi tidak penting masuk dalam konstitusi karena Indonesia sudah memiliki UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

"Kita sudah punya UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang sudah mengatur adanya Rencana Pembangunan Jangka (RPJ) Panjang, RPJ Menengah, dan RPJ Pendek yang bagus dari aspek perumusan maupun kontrol. Bahwa masih ada yang tidak selaras, kesalahan bukan pada dokumen, tetapi dalam pelaksanaannya," ujar Bivitri Susanti.

Bivitri mengungkapkan pernyataan itu dalam seminar yang diadakan Fraksi Partai Golkar MPR bertajuk Kewenangan MPR RI Pasca Amandemen UUD NRI 1945 Dalam Pembentukan PPHN di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Nilai Dihidupkannya PPHN Bakal Merusak Sistem Ketatanegaraan

"Tidak ada kebutuhan untuk membuat PPHN. Tapi, kalau ketakutannya ideologi bangsa tentu adanya UUD 45 dan Pancasila sudah baik kok," lanjut Bivitri.

Selain itu, PPHN ini, kata Bivitri, tidak kompatibel dengan sistem ketatanegaraan kita yang sekarang. Sehingga adanya PPHN nanti tidak akan ada manfaatnya.

Berita Rekomendasi

"Jadi saya melihatnya, ini kemauan MPR saja, untuk mengambil kembali power-nya atau kekuatan politiknya yang dulu sudah dikembalikan ke rakyat pada amandemen 1999-2002 yang sebenarnya tidak perlu juga," kata dia.

"Karena MPR kan hanya ada kalau DPR dan DPD bersidang, bukan lembaga tersendiri seperti dulu. Jadi ini salah kaprah saja karena maunya elite politik," tandas Bivitri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas