Mendesak, Regulasi yang Dukung Penambahan dan Distribusi Tenaga Kesehatan
Kapasitas dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan bukan lagi menjadi faktor pendukung, tetapi menjadi penentu kualitas pelayanan.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memajukan pelayanan kesehatan primer merupakan tantangan tersendiri dalam pelayanan kesehatan (Yankes) karena yankes primer menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Karena itu, kapasitas dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan bukan lagi menjadi faktor pendukung, tetapi menjadi penentu kualitas pelayanan.
D. Hasto Wardoyo, Sp.OG.(K) mengatakan saat ini lulusan kedokteran memiliki kualifikasi beragam yang pada akhirnya mendilusi kualitas pelayanan kesehatan primer.
Baca juga: Eka Hospital Group dan Cedars Sinai Hospital Tingkatkan Pelayanan Kesehatan Bersama
Dia berpendapat dibutuhkan solusi jitu dalam menjawab berbagai tantangan tersebut.
Belum lagi adanya permasalahan dilematis yang kerap dialami dokter, yaitu pertimbangan antara pengabdian dan orientasi pencapaian diri. Konflik batin semacam ini menjadi tidak terhindarkan.
“Dokter yang tekun dan mau melayani masyarakat sepenuhnya sebagai seorang provider sekaligus manajer di Puskesmas tidak lebih dari 10 persen. Ini tantangan kita untuk memajukan layanan primer,” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang dikutip Sabtu (17/9/2022).
Dokter Hasto menjelaskan, dilema ini perlu menjadi perhatian pemerintah karena ada sebuah kegentingan dalam pemerataan pelayanan, dengan jumlah tenaga dokter yang tidak mencukupi.
Itu sebabnya, dibutuhkan kesadaran, empati, dan idealisme pelayanan sebagai sebuah sikap nasionalisme para dokter sejak awal.
Perihal pentingnya pemenuhan kuota dokter sebagai provider kesehatan, beberapa waktu lalu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang mengutip data Kemenkes 2022, menyebutkan perbandingan jumlah tenaga kesehatan termasuk spesialis dengan populasi di Indonesia adalah 0,68 per 1000 populasi.
Bandingkan dengan standar yang ditetapkan World Health Organization, yakni 1 tenaga kesehatan untuk 1.000 populasi.
Angka ketersediaan tenaga kesehatan Indonesia juga masih dibawah standar negara-negara Asia yang 1,2 per 1.000, atau bahkan negara-negara OECD atau Eropa yang jauh lebih baik di angka 3,2 per 1.000 populasi.
Beruntung, lanjut Hasto, hingga saat ini sebagian besar publik masih meyakini bahwa dokter adalah profesi yang mulia dan terhormat.
“Animo masyarakat dan para orang tua terhadap pendidikan kedokteran pun masih sangat tinggi, sehingga dorongan untuk menggeluti profesi bidang kesehatan masih sangat besar. Situasi ini tentu bisa menjadi momentum yang bisa dimanfaatkan pemerintah untuk mencetak lulusan dokter terbaik,” ujar mantan bupati Kulon Progo, Jawa Tengah ini.