Mendesak, Regulasi yang Dukung Penambahan dan Distribusi Tenaga Kesehatan
Kapasitas dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan bukan lagi menjadi faktor pendukung, tetapi menjadi penentu kualitas pelayanan.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hasanudin Aco
Harapannya, kata Hasto, pada akhirnya pemerintah tak hanya mampu memenuhi kuota dokter sebagai provider kesehatan, tapi juga memastikan kesamaan kualitas setiap dokter yang dicetak.
“Sehingga jargon Ethos, Logos, dan Pathos bagi para pelayan kesehatan seperti yang disampaikan Aristotetes dapat diamalkan oleh semua dokter,” imbuhnya.
Pentingnya Pakta Integritas Dokter
Karakter dan etos kerja, menurutnya, juga menjadi kunci karena dengan karakter dan etos kerjalah kemampuan seorang Nakes sebagai provider bisa terkerek.
Upaya memperbesar kuantitas Nakes tanpa didampingi penguatan dari sisi etos kerja dan etika kerja, tentu masih tetap meninggalkan problem distribusi provider layanan kesehatan di daerah.
Pengalamannya sebagai kepala daerah di Kulon Progo, serta sebagai seorang dokter di pedalaman Kalimantan Timur pada tahun 90-an membuatnya mampu memetakan dan membaca persoalan distribusi tenaga kesehatan di Tanah Air.
Ia menilai masih ada titik lemah di awal pendidikan dokter, yang bisa dijadikan momentum bagi pemerintah untuk meneguhkan loyalitas mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan.
“Bentuknya adalah mengatur alur karier dokter sejak awal proses pendidikan. Ini bisa menjadi solusi persoalan etos kerja, dedikasi hingga persoalan distribusi provider yankes. Perlu juga dibuat sebuah regulasi yang mengatur periode para dokter bertugas di Puskesmas minimal selama tiga tahun, dengan dilengkapi penandatanganan pakta integritas para dokter,” ujarnya.
Periode minimal tiga tahun di Puskesmas ini dianggap Hasto bisa membentuk karakter para dokter yang bertanggung jawab sekaligus memiliki empati tinggi terhadap masyarakat, dan menumbuhkan sikap melayani dari dalam.
Di sisi lain, Hasto tetap menekankan pentingnya komitmen pemerintah dalam pemenuhan tenaga yankes secara kuantitas dan distribusi dokter di Indonesia. Sebuah orkestrasi regulasi yang jelas dan tegas pun amat dibutuhkan dalam mencetak dokter yang mampu memberikan pelayanan yang berkualitas.
Orkestrasi ini, lanjut Hasto, tentu tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah.
Dia juga menekankan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak dokter, serta
perlunya ruang gerak para dokter untuk dapat tetap berpraktik di luar kewajiban, sesuai dengan adanya kecenderungan pemikiran para dokter yang pragmatis.
“Mindset para dokter ketika sekolah di kedokteran adalah, mereka tahu kelak akan bekerja selama tiga tahun di Puskesmas dan memiliki basic salary yang bisa membuka peluang mereka untuk memiliki ruang praktik sendiri. Sehingga tetap punya optimisme bahwa mereka bisa 'hidup' di masa depan,” paparnya.
Menurutnya, pemerintah daerah juga berperan penting dalam mendorong terbentuknya layanan kesehatan yang prima bagi masyarakat, dengan membuka akses masyarakat sebesar-besarnya pada layanan kesehatan dan diharapkan bisa berdampak pada peningkatan kepuasan masyarakat kepada layanan kesehatan dari pemerintah.