Menkominfo Bicara Sanksi Bagi Pelanggar UU Perlindungan Data Pribadi
Sanksi administratif berupa denda administratif paling tinggi 2 persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate berbicara mengenai aturan sanksi bagi pelanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Dia menyebut, sanksi bagi pelanggar UU PDP bervariasi berdasarkan tingkat kesalahan.
Hal itu berdasarkan aturan sanksi administratif dan sanksi pidana dalam draf UU PDP.
Dalam draf yang diterima, ketentuan pidana masuk dalam Bab XIV Pasal 67 hingga Pasal 73.
"Dia bervariasi dari tingkat kesalahan, mulai dari hukuman badan 4 tahun sampai 6 tahun pidana, maupun hukuman denda 4 miliar sampai 6 miliar setiap kejadian," kata Plate di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Sementara itu, sanksi administratif diatur dalam Bab VIII Pasal 57.
Sanksi administratif berupa denda administratif paling tinggi 2 (dua) persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.
"Dan apabila terjadi kesalahan maka dikenakan sanksi sebesar dua persen dari total pendapatan tahunannya dan bervariasi di situ," ujar Plate.
"Namun apabila ada korporasi orang-orang dan korporasi yang menggunakan data pribadi secara ilegal, maka sanksinya jauh lebih berat berupa perampasan seluruh kegiatannya yang terkait dengan manfaat ekonomi atas data pribadi dimaksud kalau ilegal," lanjutnya.
Sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi Undang-Undang.
Pengesahan itu dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR ke-5 Masa Persidangan Tahun Sidang 2022-2023, yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus, pada Selasa (20/9/2022).
Awalnya, Ketua Panja RUU PDP Abdul Kharis Almasyhari menyampaikan laporan hasil pembahasan RUU PDP yang dilaksanakan di Komisi I DPR RI.
Kharis menyebut, Komisi I DPR RI telah menyerap aspirasi dari para pakar, akademisi dan LSM untuk mendapat masukan terkait dasar-dasar filosofis, sosisologi dan yuridis terhadap materi Muatan yang terdapat dalam RUU Perlindungan Data Pribadi.
Baca juga: Rancangan Undang-Undang PDP Dinilai Dapat Lindungi Data Pribadi Masyarakat
"Selanjutnya Komisi DPR RI mulai pembahasn terhadap RUU Perlindungan Data Pribadi bersama pemerintah dalam raker yang mulai dilaksnakan 25 Februari 2020 dilanjutlan dengan pembahasan tingkat panja, tim perumus dan tim sinkronisasi," kata Kharis di Ruang Rapat Paripurna DPR, Senayan, Jakarta.
Kharis menyatakan, dalam pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi, dilakukan secara kritis dan mendalam serta menyeluruh antara seluruh fraksi dengan pihak pemerintah
"Akhirnya pada 7 September 2022 setelah mendengarkan pandangan fraksi-fraksi dan pemerintah, Komisi I bersama pemerintah dalam raker pembicaraan tingkat I untuk pengambilan keputusan tentang RUU Perlindungan Data Pribadi, memutuskan menyetujui RUU Perlindungan Data Pribadi untuk selanjutnya dibahas di tingkat II pada rapat paripurna untuk disahkam menjadi Undang-Undang," ujar Kharis.
Setelah Kharis menyampaikan laporan pembahasan RUU PDP, Lodewijk sebagai pimpinan rapat meminta persetujuan kepada anggota dewan untuk mengesahkan RUU PDP menjadi Undang-Undang.
"Selanjutmya kami menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU Perlindungan Data Pribadi dapat disetujui dN disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Lodewijk.
"Setuju," jawab anggota dewan yang hadir dalam rapat tersebut.