Naik Turun Kepuasan Publik Terhadap Jokowi Sebelum Pandemi Hingga BBM Naik Versi Charta Politika
Lembaga survei Charta Politik merilis hasil survei bertajuk Kondisi Sosial Politik dan Peta Elektoral Pasca Kenaikan Harga BBM pada Kamis (22/3/2022).
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga survei Charta Politik merilis hasil survei bertajuk Kondisi Sosial Politik dan Peta Elektoral Pasca Kenaikan Harga BBM pada Kamis (22/3/2022).
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengungkapkan tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak sebelum pandemi Covid-19 hingga setelah kenaikan harga BBM.
Ia mengungkapkan kecenderungan penurunan kepuasan publik terjadi pertama pada bulan Mei 2020.
Saat itu, kata dia, merupakan titik terendah kepuasan publik selama periode kedua pemerintahan Jokowi.
Saat itu, kata dia, berbarengan dengan situasi ketika ada PSBB, belum ada vaksin, tidak boleh keluar rumah, belum bisa memahami musibah pandemi, dan semua mengagetkan baik secara sosial, ekonomi, dan psikologis.
Hal itu disampaikannya dalam Rilis Survei Charta Politika: Kondisi Sosial Politik dan Peta Elektoral Pasca Kenaikan Harga BBM di kanal Youtube Charta Politika Indonesia pada Kamis (22/9/2022).
"Dan kemudian pertama kalinya Jokowi di periode kedua ini untuk pertama kalinya mendapatkan rapor merah di bawah 60 persen," kata Yunarto.
Setelahnya, kata dia, muncul beberapa gelombang kenaikan angka kepuasan publik setelah ada perbaikan penanganan covid.
Pada Juli 2020, angka kepuasan publik mencapai 67,2%.
Namun demikian, kata dia, angka kepuasan publik sempat turun lagi di angka 62,4% pada Juli 2021 di mana virus covid-19 varian Delta menyerang.
Setelahnya, angka kepuasan publik kembali naik.
Bahkan, beberapa lembaga survei merilis angka kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi mencapai di atas angka 70%.
Baca juga: Harga BBM Naik, Survei Charta Politika Sebut Kepuasan Publik terhadap Jokowi di Angka 63,5 %
Setelah fenomena tersebut, kata Yunarto, mulai muncul isu mengenai tiga periode atau perpanjangan masa jabatan Presiden.