Potensi Sektor Digital di Indonesia Capai Rp 4.300 T di 2030, Ini Pekerjaan yang Paling Dibutuhkan
Banyak peluang pekerjaan baru di era digital yang kian masif seperti sekarang ini, bahkan yang berawal dari sekadar hobby.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Banyak peluang pekerjaan baru di era digital yang kian masif seperti sekarang ini, bahkan yang berawal dari sekadar hobby.
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa potensi sektor digital di Indonesia pada 2030 mendatang mencapai Rp 4.300 triliun terhadap perekonomian nasional. Namun, dibutuhkan keahlian khusus untuk menangkap peluang di sektor tersebut.
Demikian kesimpulan webinar bertema “Jalani Hobi, Ikuti Intuisi, Jadikan Profesi” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, Selasa (20/9/2022).
Webinar yang diselenggarakan secara hibrida itu menampilkan sejumlah narasumber, yaitu Jawara Internet Sehat 2022 M Adi Bagus Tri Prastiyo; Dosen UIN Antasari Banjarmasin Muhammad Ridha; key opinion leader (KOL) lokal Anisa Cahyani; anggota relawan TIK Kalimantan Selatan Enny Tridha Rahmina; Pelaksana Tugas Kepala Seksi Monitoring, Evaluasi, Audit Persandian dan Keamanan Informasi Banjarmasin Abdul Hafizh; dosen FISIP Universitas Lambung Mangkurat Sri Astuty; dan KOL nasional Agus Sasirangan.
Baca juga: Literasi Digital Memacu Individu Untuk Beralih Dari Konsumen Yang Pasif Menjadi Produsen Yang Aktif
Dalam paparannya, Sri Astuty menjelaskan 10 jenis pekerjaan yang paling banyak dibutuhkan di Indonesia di sektor digital. Pekerjaan tersebut antara lain analis data; spesialis big data; spesialis kecerdasan buatan; spesialis pemasaran digital; ahli di bidang energi terbarukan; spesialis transformasi digital; serta pengembangan bisnis profesional. Bahkan, bagi pemula sekalipun, ada bidang pekerjaan baru yang bisa dirambah, yaitu desain grafis, blogger, jasa penerjemah, penulis konten, dan pengembang web.
“Ada tiga area penting dalam meningkatkan keterampilan digital, yaitu membekali tenaga kerja saat ini dengan keterampilan digital; mempersiapkan talenta digital untuk generasi berikutnya; dan memperluas peningkatan keterampilan digital kepada komunitas di wilayah terpencil, tertinggal, dan terdepan,” ucap Sri Astuty.
Anisa Cahyani memberikan tips untuk menjadi kreatif di era digital. Sebagai langkah awal adalah mengenai potensi dalam diri sendiri. Berikutnya, kita harus menentukan tujuan dan sasaran, membuat konten yang unik dan orisinil, selalu memantau apa yang sedang tren di media sosial, rajin dan konsisten membuat konten, serta berkolaborasi dengan pembuat konten yang lain.
“Tantangannya adalah bagaimana terus konsisten membagikan konten positif, akurat dalam melaporkan dan mengambil informasi, serta menanamkan budaya luhur nilai-nilai Pancasila,” ujar Anisa.
Terkait tantangan di era digital, menurut Abdul Hafizh, kesadaran mengenai pentingnya keamanan data dan informasi di masyarakat masih rendah. Masyarakat masih kerap terpapar konten negatif dan kurang sadar bahwa konten negatif tersebut membahayakan dirinya. Selain itu, masyarakat di pedesaan dengan infrastruktur telekomunikasi yang minim membuat mereka kesulitan mengakses internet.
Sementara itu, Muhammad Ridha memaparkan tentang masa depan digital yang begitu banyak melahirkan peluang-peluang baru. Peluang tersebut, apabila dioptimalkan, dapat bermanfaat positif bagi lingkungan sekitar, termasuk bagi diri sendiri dalam hal pengembangan kapasitas pribadi. Tak menutup kemungkinan pula peluang tersebut adalah sumber pendapatan baru.
Baca juga: Mafindo Ungkap Cara Identifikasi Hoaks di Dunia Digital
Senada dengan Ridha, M Adi Bagus menuturkan, dunia digital juga membutuhkan kompetensi atau keterampilan interpersonal, seperti kecakapan berkomunikasi; kemampuan mendengarkan dan menerjemahkan pesan komunikasi; serta kemampuan individu untuk mengelola emosi, baik dalam diri sendiri maupun orang lain.
Terkait pemanfaatan peluang digital, Enny Tridha mengingatkan pentingnya etika dalam menggunakan teknologi digital, terutama di ruang media sosial. Etika tersebut, beberapa di antaranya adalah, menghargai hak cipta dan karya orang lain; menghargai privasi orang lain; menggunakan bahasa dan kata-kata yang santun. Selain itu, hindari menyebarkan konten-konten negatif, termasuk kabar bohong.
“Beberapa jenis konten negatif yang berpotensi melanggar undang-undang adalah perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, dan ujaran kebencian,” kata Enny.(*)