7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S
Peristiwa G30S menewaskan tujuh korban yang merupakan para petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat AD dan disebut Pahlawan Revolusi.
Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Berikut 7 pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S.
G30S adalah sebuah pemberontakan untuk mengubah ideologi bangsa Indonesia yang terjadi pada 30 September sampai 1 Oktober tahun 1965.
Peristiwa G30S menewaskan tujuh korban yang merupakan para petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat AD dan beberapa orang lainnya.
Oleh karena itu, ketujuh korban tersebut ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.
Daftar Nama 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S:
1. Jenderal Ahmad Yani
Baca juga: Ade Irma Suryani: Sosok Gadis Kecil yang Tertembak di Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI
Jenderal Ahmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, dikutip dari ditsmp.kemdikbud.go.id.
Saat itu, Ahmad Yani merupakan seorang petinggi TNI AD di masa orde lama.
Kemudian Ahmad Yani menempuh pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air di Bogor.
Setelah selesai pendidikan, Ahmad Yani kemudian mengikuti militer.
Saat itu, Ahmad Yani ikut andil dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan juga penumpasan DI/TII di Jawa Tengah.
Lalu Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang Sumatera Barat pada tahun 1958 untuk menumpas pemberontakan PRRI.
Pada tahun 1962, Ahmad Yani dilantik sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Akan tetapi, Ahmad Yani mendapatkan tuduhan jika ia ingin menjatuhkan Presiden Soekarno pada tahun 1965.
Pada peristiwa pemberontakan G30S yang terjadi pada 1 Oktober 1965, Ahmad Yani tewas.
2. Letjen Suprapto
Letjen Suprapto lahir pada 20 Juni 1920.
Letjen Suprapto pernah menempuh pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung.
Akan tetapi, pendaratan Jepang di Indonesia membuat Letjen Suprapto harus berhenti melanjutkan pendidikannya.
Letjen Suprapto dikenal aktif dalam usaha merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap pada awal Kemerdekaan Indonesia.
Kemudian di Purwokerto, Letjen Suprapto mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Tidak hanya itu, Letjen Suprapto juga ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.
Kariernya di militer terus mengalami peningkatan.
Akan tetapi, Suprapto menolak saat PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima.
Kemudian Letjen Suprapto dan beberapa petinggi TNI AD menjadi korban pemberontakan G30S.
Jasad Letjen Suprapto kemudian ditemukan di Lubang Buaya.
Setelah jasadnya ditemukan, Letjen Suprapto kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
3. Letjen MT Haryono
MT Haryono memiliki nama lengkap Mas Tirtodarmo Haryono.
MT Haryono lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 20 Januari 1924.
Pada masa kedudukan Jepang, MT Haryono sempat mengikuti Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta.
Kemudian, MT Haryono bergabung dengan TKR setelah Indonesia Merdeka.
Saat itu, MT Haryono memiliki pangkat mayor.
MT Haryono dikenal mahir berbahasa Belanda, Inggris dan Jerman.
Sehingga ketika melakukan berbagai perundingan internasional, MT Haryono menggunakan ketiga bahasa tersebut.
Lalu, MT Haryono bergabung di Kementerian Pertahanan.
Tidak hanya itu, MT Haryono juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.
Pada tahun 1950, MT Haryono menjadi Atase Militer RI untuk Negeri Belanda.
Pada tahun 1964, MT Haryono menjabat sebagai Direktur Intendans dan Deputy Ill Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Akan tetapi, MT Haryono tewas saat peristiwa pemberontakan G30S di tahun 1965.
4. Letjen S Parman
Letjen S Parman memiliki nama lengkap Siswondo Parman.
S Parman juga merupakan salah satu petinggi TNI AD di masa Orde Lama.
S Parman lahir pada 4 Agustus 1918 di Wonosobo, Jawa Tengah.
S Parman menempuh pendidikan di bidang intelijen.
Kemudian untuk mempedalam ilmu intelijen, S Parman pernah dikirim pada Kenpei Kasya Butai.
Lalu untuk memperkuat militer Tanah Air setelah proklamasi kemerdekaan, S Parman mengabdi kepada Indonesia.
Saat itu, S Parman dikenal memiliki banyak pengalaman di bidang intelijen.
Sehingga pengalamannya tersebut sangan membantu TNI pada saat itu.
Sementara itu, S Parman mengetahui beberapa rencana PKI.
Rencana PKI saat itu adalah ingin membentuk angkatan kelima.
Akan tetapi, S Parman diculik dan gugur dengan para jenderal lainnya pada 1 Oktober 1965.
5. Mayjen DI Panjaitan
DI Panjaitan memiliki nama lengkap Donald Ignatius Panjaitan.
DI Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli pada 9 Juni 1925.
Kemudian DI Panjaitan mengikuti pendidikan militer Gyugun di masa pendudukan Jepang.
Mulai dari itu hingga proklamasi kemerdekaan, DI Panjaitan ditempatkan di Pekanbaru.
DI Panjaitan kemudian bergabung untuk membentuk TKR setelah Indonesia merdeka.
DI Panjaitan memiliki untuk melanjutkan karirnya di bidang Militer.
Lalu DI Panjaitan diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Tidak hanya itu, DI Panjaitan juga mendapat tugas untuk belajar di Amerika Serikat.
Akan tetapi saat peristiwa pemberontakan PKI di tahun 1965, DI Panjaitan gugur bersama para jenderal lainnya.
6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo
Sutoyo Siswomiharjo lahir di Kebumen, Jawa Tengah pada 28 Agustus 1922.
Kemudian Sutoyo Siswomiharjo menempuh pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta pada masa pendudukan Jepang.
Setelah itu, Sutoyo Siswomiharjo menjadi pegawai negeri di Kantor Kabupaten di Purworejo.
Setelah Indonesia Merdeka, Sutoyo Siswomiharjo bergabung dengan TKR bagian Kepolisian dan akhirnya menjadi anggota Korps Polisi Militer.
Lalu Sutoyo Siswomiharjo diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto.
Kemudian Sutoyo Siswomiharjo menjabat sebagai Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
Sutoyo Siswomiharjo kemudian mendapat tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat pada tahun 1961.
Namun karena menantang rencana PKI, Sutoyo Siswomiharjo tewasa saat peristiwa pemberontakan G30S.
7. Kapten Pierre Tendean
Pierre Tendean lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939.
Pierre Tendean menempuh pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik.
Kemudian ia selesai pada tahun 1962.
Setelah itu, Pierre Tendean menjabat Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan.
Pierre Tendean mendapatkan tugas untuk menyusup ke daerah Malaysia ketika sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.
Kemudian Pierre Tendean diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution pada April 1965.
Pierre Tendean ditangkap oleh kelompok G30S pada saat ia melaksanakan tugas.
Saat A. H Nasution berhasil melarikan dini, Pierre Tendean mengorbankan dirinya sendiri untuk melindungi AH Nasution.
Sehingga ia memutuskan untuk mengaku sebagai AH Nasution.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.