Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Senator Filep Pertanyakan DBH Sawit Bagi Masyarakat Adat Papua dan Pemerintah Daerah

Filep Wamafma mempertanyakan dampak Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan kelapa sawit bagi masyarakat adat Papua dan pemerintah daerah.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Senator Filep Pertanyakan DBH Sawit Bagi Masyarakat Adat Papua dan Pemerintah Daerah
DPD RI
Wakil ketua I Komite I DPD RI, Filep Wamafma 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma mempertanyakan dampak Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan kelapa sawit bagi masyarakat adat Papua dan pemerintah daerah.

Pasalnya, daerah penghasil berhak atas DBH pajak perkebunan kelapa sawit yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

“Apakah masyarakat dan pemda di tanah Papua telah memperoleh DBH Perkebunan Kelapa Sawit? Sebagai daerah penghasil, wajib hukumnya untuk mendapatkan DBH perkebunan kelapa sawit, sebagaimana hasil minyak bumi dan gas bumi (Migas),” ujar Filep kepada wartawan, Jumat (7/10/2022).

“Kita lihat UU Nomor 1 tahun 2022 pasal 111 jelas menyebutkan bahwa DBH diambil dari pajak dan sumber daya alam, dan pemerintah daerah dapat menetapkan jenis DBH lainnya yang berpotensi bagi daerah seperti perkebunan sawit,” jelasnya.

Baca juga: Ritual Wor yang Unik dari Papua

Selain dasar hukum di atas, Filep menerangkan, alasan lainnya adalah karena kewenangan pemberian izin ada di daerah dan daerah memerlukan dana pembinaan untuk pengelolaan usaha perkebunan sawit.

Hal itu juga, menurut lantaran daerah penghasil yang menanggung dampak ekologi, ekonomi, dan sosial dari aktivitas perkebunan kelapa sawit yang ada.

Pertanyaan tersebut semakin mengemuka ketika pada 10 Agustus 2022, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), mengabulkan gugatan PT Anugerah Sakti Internusa dan PT Persada Utama Agromulia, dan menyatakan batal Keputusan Bupati Sorong Selatan yang mencabut Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan Sawit dari dua perusahaan tersebut.

Berita Rekomendasi

“Saya mau tekankan pertanyaan besar bagi kedua perusahaan itu, apakah kehadiran kedua perusahaan selama beroperasi di wilayah Sorong Selatan telah memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada masyarakat di Kabupaten Sorong Selatan? Karena kalau kita buka data tingkat pengangguran masih tinggi, angka rasio gini juga tertinggi di Papua Barat, hal ini perlu menjadi perhatian serius,” ungkap Filep.

Mendukung pernyataan itu, Data BPS Papua Barat mencatat bahwa pada tahun 2019-2021, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Sorong Raya yang merepresentasikan penduduk usia kerja belum terserap pada lapangan kerja di Kabupaten Sorong Selatan merupakan yang tertinggi setelah Kota Sorong.

Begitu pula dengan angka rasio gini, data BPS Papua Barat menunjukkan angka Kabupaten Sorong Selatan merupakan yang tertinggi dengan rerata sebesar 0.43 sejak tahun 2019 s.d 2021 antar kabupaten/kota di Papua Barat.

Rasio gini ini digunakan untuk menginformasikan ketimpangan pendapatan penduduk dalam suatu wilayah.

“Apakah pemerintah daerah dan masyarakat adat telah memperoleh Dana Bagi Hasil dari pajak perkebunan kelapa sawit dari kedua perusahaan tersebut? Kalaupun belum, maka sangat disayangkan. Mengingat dampak sosial, ekonomi, dan ekologinya ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah daerah,” ujar Filep.

Selain itu, senator Papua Barat ini menjelaskan bahwa perkebunan sawit di Papua dan Papua Barat menjadi sektor penghasil uang yang besar di daerah.

Terlebih, data Kementan menunjukkan luas lahan perkebunan dan produksi kelapa sawit di Papua dan Papua Barat terus meningkat tiga tahun terakhir.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas