KPK Geledah Kanwil BPN Riau, Temukan Dokumen Pengajuan dan Perpanjangan HGU Sawit
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Senin (10/10/2022).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Senin (10/10/2022).
Penggeledahan ini berkaitan dengan kasus dugaan suap terkait hak guna usaha (HGU) sawit di Kanwil BPN Provinsi Riau.
Baca juga: KPK Cegah 2 Orang Bepergian ke Luar Negeri dalam Kasus Suap HGU Kanwil BPN Riau
"Di lokasi ini, ditemukan dan diamankan bukti di antaranya berbagai dokumen pengajuan dan perpanjangan HGU yang diduga memiliki keterkaitan dengan perkara," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (11/10/2022).
Ali mengatakan bukti yang ditemukan akan dianalisa dan disita, untuk kemudian jadi keperluan kelengkapan berkas perkara para tersangka.
"Untuk melengkapi berkas perkara, bukti-bukti tersebut berikutnya segera dianalisis dan disita sebagai barang bukti," katanya.
Diberitakan sebelumnya, KPK meningkatkan kasus dugaan suap pada Kanwil BPN Provinsi Riau ke tahap penyidikan.
Lembaga antirasuah itu juga menetapkan sejumlah tersangka.
Demikian diungkapkan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (7/10/2022).
Penyidikan kasus ini merupakan hasil pengembangan dari kasus suap terkait izin HGU sawit yang menyeret eks Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra.
"KPK melakukan penyidikan baru yaitu dugaan korupsi berupa suap dalam pengurusan perpanjangan HGU oleh pejabat di Kanwil BPN Provinsi Riau. KPK telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka," kata Ali.
Baca juga: KPK Sita 100 Ribu Dolar Singapura dari Hasil Geledah Kasus Siap HGU Kanwil BPN Riau
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari aparat penegak hukum, KPK menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan suap ini.
Mereka adalah Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir, pemilik Hotel Adimulia Frank Wijaya, dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
"Frank Wijaya dan Sudarso sebagai pemberi (swasta), Syahrir penerima," kata aparat penegak hukum ini.
Namun, pihak komisi antikorupsi sendiri saat ini belum mau mengungkapnya secara gamblang kasus tersebut.
Pun termasuk pihak-pihak yang dijadikan tersangka, kronologis dugaan pidana, serta pasal yang disangkakan.
KPK akan menyampaikan ke masyarakat setiap perkembangan penyidikan kasus ini.
Hal itu agar proses penyidikan bisa sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Proses pengumpulan alat bukti saat ini telah dilakukan, diantaranya dengan memanggil pihak-pihak terkait sebagai saksi termasuk penggeledahan di beberapa tempat," kata Ali.
Dalam proses pengumpulan bukti, tim penyidik telah melakukan penggeledahan di dua wilayah, yakni Kota Medan dan Kota Palembang pada 4 Oktober hingga 6 Oktober 2022.
Lokasi penggeledahan adalah kantor perusahaan swasta dan rumah kediaman dari pihak yang terkait dengan perkara ini.
Baca juga: KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Suap di Kanwil BPN Provinsi Riau
Namun Ali tidak merinci mengenai nama perusahaan maupun pihak yang terkait dengan kasus ini.
Dari penggeledahan itu, kata Ali, tim penyidik menemukan dan mengamankan barang bukti berupa dokumen dan uang tunai dengan pecahan mata uang asing.
Selanjutnya, KPK akan segera menganalisa bukti-bukti tersebut untuk kelengkapan berkas perkara penyidikan perkara dimaksud.
"Dengan jumlah sekitar 100 ribu dolar Singapura," kata Ali.
KPK sebelumnya telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perpanjangan izin HGU sawit di Kabupaten Kuansing, Riau.
Tersangka penerima suap, yakni Andi Putra, sedangkan pihak pemberi ialah Sudarso selaku General Manager PT Adimulia Agrolestari.
Dalam kasus itu, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru telah memvonis Andi Putra dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 7 bulan ditambah denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Putusan itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta Andi Putra divonis 8 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp500 juta.
Baik jaksa maupun Andi Putra mengajukan banding. Hanya saja, banding kedua pihak tersebut ditolak.
Sementara itu, Sudarso divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
KPK telah mengeksekusi Sudarso ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.