Anggaran Polri 3 Tahun Terakhir untuk Belanja Gas Air Mata Capai Rp559,5 Miliar
Polri mengaku sebagian gas air mata yang digunakan di Kanjuruhan kedaluwarsa, padahal tiga tahun belakangan anggarannya mencapai Rp559 miliar.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu lalu, Polri mengakui ada sebagian gas air mata yang digunakan saat tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022), sudah kedaluwarsa.
Sebagian gas air mata tersebut kedaluwarsa di tahun 2021.
"Ada beberapa yang ditemukan (kedaluwarsa), ya yang tahun 2021 ada beberapa," ungkap Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, dalam konferensi pers, Senin (10/10/2022), dilansir Tribunnews.com.
Penggunaan gas air mata kedaluwarsa ini menjadi sorotan pengamat kepolisian, Bambang Rukminto.
Bambang mencurigai adanya indikasi sistem yang korup di internal kepolisian.
Lantaran, Polri diketahui selalu menganggarkan pengadaan amunisi gas air mata setiap tahunnya.
Baca juga: Mahfud MD Bicara Gas Air Mata Kedaluarsa Tragedi Kanjuruhan, Pengamat Cium Indikasi Korupsi
"Anggaran tiap tahun ada terkait penyediaan sarana pengendalian huru-hara selama ini digunakan untuk apa?"
"Artinya ada indikasi sistem yang korup di internal kepolisian," ujar Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (11/10/2022).
Selama tiga tahun belakangan sejak 2020, Polri telah menganggarkan ratusan miliar untuk berbelanja terkait gas air mata.
Pada 2020, Polri hanya berbelanja dua jenis terkait amunisi gas air mata.
Namun, anggaran belanjanya menyentuh angka lebih dari Rp220 miliar.
Merujuk lpse.polri.go.id, Polri diketahui mengeluarkan anggaran Rp26.939.000.000 untuk pengadaan drone pelontar gas air mata.
Lalu, Rp199.915.000.000 untuk catridge gas air mata.
Di tahun 2021, total anggaran belanja terkait amunisi gas air mata 'hanya' Rp173.155.668.000.
Jumlah tersebut berkurang sebanyak Rp53.698.332.000.
Baca juga: Pernyataan Polri Soal Gas Air Mata Maksudnya Baik, Tapi Momentumnya Kurang Tepat
Dari total tersebut, yang membutuhkan anggaran paling banyak adalah untuk pengadaan amunisi gas air mata dengan nilai Rp108.000.000.000.
Berikut rincian pengadaan terkait gas air mata tahun 2021:
1. Amunisi gas air mata Rp108.000.000.000;
2. Pengadaan drone pelontar gas air mata Rp38.640.500.000;
3. Amunisi drone pelontar gas air mata Rp15.334.168.000;
4. Amunisi drone pelontar gas air mata Rp11.181.000.000.
Anggaran pengadaan terkait amunisi gas air mata kembali berkurang di tahun 2022.
Tahun ini, Polri 'hanya' menganggarkan Rp159.521.432.750 untuk pengadaan amunisi gas air mata.
Total itu lebih sedikit Rp13.634.235.250 dibandingkan tahun kemarin.
Berikut rinciannya:
1. Pengadaan gas air mata kal 38 mm (smoke) Rp19.965.953.150;
2. Pengadaan pelontar dan gas air mata Rp29.954.679.600;
3. Pengadaan amunisi gas air mata Rp68.586.000.000;
4. Pengadaan launcher gas air mata Rp41.014.800.000.
Jika ditotal, anggaran belanja Polri untuk keperluan membeli gas air mata capai Rp 559.531.100.750, atau Rp 559.5 miliar.
Jadi Sorotan Media Asing
Anggaran Polri pernah dibahas oleh media New York Times.
Dalam artikel yang ditulis New York Times, dikatakan anggaran kepolisian nasional mencapai $7,2 miliar (sekitar Rp109,5 triliun dengan kurs Rp15.212), lebih dari dua kali lipat dari tahun 2013.
Anggarannya adalah yang terbesar ketiga di antara semua kementerian pemerintah di negara ini, melebihi jumlah yang diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kesehatan.
Sebagian besar uang itu telah dihabiskan untuk gas air mata, pentungan, dan masker gas.
Andri Prasetiyo, seorang peneliti keuangan dan kebijakan yang telah menganalisis data pengadaan pemerintah selama bertahun-tahun, mengatakan bahwa dalam satu dekade terakhir, Polri telah menghabiskan sekitar $217,3 juta (sekitar Rp3,3 triliun) untuk membeli helm, tameng, kendaraan taktis, dan peralatan lain yang dikerahkan selama protes.
Baca juga: Polri Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa Meski Tiap Tahun Dianggarkan, Pengamat: Indikasi Sistem Korup
Pembelian gas air mata melonjak pada tahun 2017 menjadi $21,7 juta (sekitar Rp330 miliar), menurut Andri, setelah Jakarta diguncang oleh serangkaian protes yang melibatkan puluhan ribu orang Indonesia menuntut agar gubernur Kristen Tionghoa pertama di kota itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dipenjara karena penodaan agama.
Anggaran untuk munisi gas air mata yang sempat turun setelah alokasi tahun 2017 melonjak lagi pada tahun 2020 menjadi 14,8 (sekitar Rp225,1 miliar) juta dolar AS, meningkat enam kali lipat dari tahun sebelumnya, kata Andri.
Korban Tragedi Kanjuruhan Bertambah Jadi 132 Orang
Korban atas nama Helen Priscella (21) menjadi korban meninggal tragedi Kanjuruhan yang ke-132.
Helen meninggal di RS Syaiful Anwar, Malang, Jawa Timur, setelah sebelumnya menjalani perawatan di RS Cakra.
Dilansir Tribunnews.com, ia merupakan warga Dusun Banjarpatoman, Desa Amadanom, Dampit, Kabupaten Malang.
Atas kejadian itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Agus Suprapto, mengimbau para korban tragedi Kanjuruhan yang masih dirawat ataupun masih dalam proses pemulihan agar tidak mengabaikan keluhan rasa sakit.
“Jangan mengabaikan keluhan rasa sakit apabila ada masyarakat yang turut berada di lokasi saat Tragedi Kanjuruhan."
"Jika ada keluhan, segera lapor. Nanti pengobatan akan ditanggung pemerintah untuk biayanya,” kata Agus melalui keterangan tertulis, Selasa (11/10/2022).
Sementara itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), terus berkomitmen untuk memprioritaskan pasien yang masih dirawat di ICU dan yang masih dalam proses pemulihan di rumah sakit, agar tidak ada korban meninggal yang bertambah.
Pemerintah juga memastikan akan menanggung biaya perawatan seluruh korban tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan dengan biaya gratis dari negara atau dari pemerintah.
Adapun beban biaya pengobatan dan perawatan gratis tersebut dikoordinasikan dengan pemda setempat.
“Menko PMK juga kan sebelumnya sudah mengatakan semua pengobatan 100 persen gratis, tidak ada pungutan biaya."
"Kalau ada yang terlanjur dikenai biaya perawatan, mohon dikirim bukti-bukti pembayarannya, untuk kemudian diteruskan ke rumah sakit agar dibatalkan dan harus dikembalikan," pungkas Agus.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Milani Resti Dilanggi/Yohanes Liestyo/Fahdi Fahlevi)