Mahfud MD Bicara Gas Air Mata Kedaluarsa Tragedi Kanjuruhan, Pengamat Cium Indikasi Korupsi
Gas air mata kedaluarsa dalam tragedi Kanjuruhan terus disorot, pengamat nilai ada indikasi korupsi hingga kandungannya diperiksa di Laboratorium.
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggunaan gas air mata saat pengamanan laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya yang berujung tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) terus tuai sorotan.
Apalagi setelah Polri buka suara, membenarkan gas air mata yang digunakan di Stadion Kanjuruhan itu sudah kedaluarsa.
Ditambah lagi sepakan lebih usai Tragedi Kanjuruhan, korban selamat dari tembakan gas air mata masih merasakan dampaknya.
Seperti mata mereka memerah dan mengalami iritasi, sesak napas serta lainnya.
Terkini pengamat mencium ada indikasi korupsi di tubuh Polri karena masih menggunakan gas air mata kedaluarsa.
Padahal setiap tahunnya Polri selalu menganggarkan menganggarkan untuk penggunaan gas air mata dan pelontarnya yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Terbaru tahun 2022, Polri menganggarkan Rp 160,1 miliar untuk pengadaan gas air mata dan pelontarnya.
Ditabah lagi, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan kini kandungan dari gas air mata kedaluarsa sedang diperiksa di laboratorium guna mengetahui dampak dan bahayanya.
Polri Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa Meski Tiap Tahun Dianggarkan, Pengamat: Indikasi Sistem Korup
Pengamat kepolisian, Bambang Rukminto menduga adanya indikasi sistem yang korup di dalam tubuh kepolisian pasca diakuinya penggunaan gas air mata kedulawarsa ketika Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022).
Sebagai informasi, tiap tahunnya Polri selalu menganggarkan untuk penggunaan gas air mata dan pelontarnya yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Terbaru, pada tahun 2022, Polri menganggarkan Rp 160,1 miliar untuk pengadaan gas air mata dan pelontarnya.
"Anggaran tiap tahun ada terkait penyediaan sarana pengendalian huru-hara selama ini digunakan untuk apa? Artinya ada indikasi sistem yang korup di internal kepolisian," ujar Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (11/10/2022).
Disisi lain, Bambang juga menganggap pemerintah tidak bisa menunggu pengusutan kasus Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang ini diselesaikan oleh kepolisian karena adanya konflik kepentingan di dalamnya.