Kasus Meme Stupa Mirip Jokowi, Penahanan Roy Suryo Disebut Karena Tolak Serahkan Akun Email
Roy Suryo ditahan tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya karena enggan menyerahkan akun emailnya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo telah menjalani sidang kedua dalam kasus meme Stupa Borobudur Mirip Jokowi pada Rabu (19/10/2022).
Dalam persidangan, Roy Suryo melalui penasehat hukumnya membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan tim jaksa penuntut umum (JPU).
Dari eksepsi yang dibacakan, terungkap alasan penahanan Roy Suryo oleh tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya.
Kala itu, perkara ini belum dilimpahkan ke Kejaksaan dan Pengadilan.
Saat itu, Roy Suryo ditahan dengan alasan tidak memberikan akun email pribadinya kepada tim penyidik.
Karena itu, dirinya dianggap tidak kooperatif dalam proses penyidikan.
Baca juga: Akun Email Jadi Alasan Penahanan Roy Suryo dalam Kasus Meme Stupa Borobudur Mirip Jokowi
"Terdakwa tidak bersedia memberikan akun pribadi Gmail yang diminta penyidik pada tanggal 22 Juli 2022," katanya di dalam persidangan.
Alasan Roy menolak memberikan karena akun tersebut merupakan ranah pribadi dan tidak berkaitan dengan perkara.
"Penolakan tersebut digunakan sebagai alasan untuk menahan terdakwa pada tanggal 5 Agustus 2022," ujarnya.
Baca juga: Didakwa Melakukan Ujaran Kebencian hingga Penistaan Agama, Hari Ini Roy Suryo Bacakan Eksepsinya
Sebagai informasi, saat pertama kali ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (22/7/2022), tim penyidik memutuskan untuk tidak menahan Roy Suryo.
"Karena dia kooperatif," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan.
Kemudian pada Jumat (5/8/2022), tim penyidik memutuskan untuk menahan Roy Suryo karena khawatir menghilangkan barang bukti.
Didakwa lakukan ujaran kebencian
Sebelumnya Roy Suryo didakwa melakukan ujaran kebencian, penistaan agama hingga penyebaran berita bohong terkait perkara meme Stupa Candi Borobudur mirip Presiden Jokowi.
Dakwaan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (13/10/2022).
"Kita mendakwakan pak roy suryo dalam bentuk dakwaan alternatif, yang pertama pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 A UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU no 11 tentang ITE. Kedua, pasal 156A UU hukum pidana atau Ketiga pasal 15 UU nomor 1, tahun tentang peraturan hukum pidana," kata Jaksa Penuntut Umum Tri Anggoro.
Adapun pasal 28 Ayat 2 juncto pasal 45 A UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU no 11 tentang ITE tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Baca juga: Roy Suryo Bakal Bacakan Eksepsi Rabu Pekan Depan dalam Sidang Kasus Meme Stupa Mirip Jokowi
Selanjutnya, pasal 156A Kitab UU Hukum Pidana yakni dengan sengaja di muka umum, mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Kemudian, dakwaan ketiga yakni pasal 15 UU nomor 1, tahun tentang peraturan hukum pidana soal menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat.
"Terkait masalah yang unsur pasal tadi yang kita bacakan tadi, akan kita lakukan pembuktian melalui pemeriksaan ahli dan saksi," ucap Tri.
"Ancamannya lima tahun penjara maksimal," sambungnya.
Sebelumnya, Roy Suryo bakal menjalani sidang perdana dalam kasus meme Stupa mirip Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (12/10/2022).
Adapun sidang ini digelar setelah berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.
Adapun pakar telematika itu melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo. Pasal 45 A Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.