Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Epidemiolog: Obat Produksi Era Pandemi Covid-19 Jelek Kualitasnya, Kenapa Bisa Lolos ?

Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyoroti lemahnya pengawasan atau quality control di Indonesia terkait obat.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in Epidemiolog: Obat Produksi Era Pandemi Covid-19 Jelek Kualitasnya, Kenapa Bisa Lolos ?
Dokumentasi pribadi
Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman menyoroti lemahnya pengawasan atau quality control di Indonesia terkait obat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut obat jenis sirup yang menyebabkan kematian pada 99 balita di Indonesia akibat gagal ginjal akut merupakan obat yang diproduksi di dalam negeri.

Perlu diketahui, obat-obatan ini mengandung zat berbahaya seperti 'etilen glikol dan dietilen glikol' yang mampu merusak ginjal.

Terkait hal tersebut Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyoroti lemahnya pengawasan atau quality control di Indonesia terkait obat.

"Ini ada kesalahan atau lemahnya atau bahkan buruknya sistem quality control atau pengawasan mutu obat dan ini lolos kan berarti," ujar Dicky dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis (20/10/2022).

Dicky pun mencoba merunut kejadian merujuk misalnya dari beberapa informasi dan data per bulan Januari 2022 telah ada kasus gagal ginjal akut.

Baca juga: Dinkes Sebut 20 Anak di Aceh Meninggal Akibat Gangguan Ginjal Akut Misterius

Maka artinya kata Dicky produk obat jenis sirup mengandung cemaran 'etilen glikol' dan 'dietilen glikol' sudah dikeluarkan sejak era pandemi covid-19 atau bisa jadi produk obat yang dikeluarkan saat era pandemi.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini pun mempertanyakan kenapa obat-obatan yang dikeluarkan saat era pandemi Covid-19 justru menurun mutu dan kualitasnya.

Baca juga: Kemenkes Bakal Kaji Status KLB pada Kasus Gangguan Ginjal Akut di Indonesia 

BERITA TERKAIT

"Yang kita harus telusuri kenapa bisa menurun mutunya di era pandemi apakah karena kebutuhan obat yang begitu banyak sehingga lolos atau ada potensi dugaan manfaatkan situasi misalnya. Ini kan beberapa dugaan yang harus diklarifikasi apakah ada aspek keuntungan dari situasi atau apa ini kenapa bisa terjadi kelemahan dalam sistem ini padahal ini vital dan fatal akibatnya," ujar Dicky.

Menurut Dicky dugaan-dugaan bahwa obat-obatan yang diproduksi saat masa pandemi covid-19 menurun kualitas mutunya memang harus menjadi perhatian.

Sebab kata dia kejadian kasus gagal ginjal akut terjadi begitu cepat dan merebak dalam masa tahun ketiga pandemi.

Baca juga: BPOM Tarik 5 Merek Obat Sirop Buntut Kasus Gagal Ginjal Akut

"Kita harus lihat keterkaitan juga dengan pandemi baik langsung atau tidak langsung. Misalnya kaitan dengan infeksi jelas kalau infeksi ya kalau batuk pilek berarti perlu obat batuk obat pilek. Berarti kebutuhan obat meningkat. Atau juga infeksi dari viral itu yang memperburuk ginjal dari penderita ditambah lagi adanya konsumsi obat yang ada cemaran tadi dan ini semakin memperburuk situasi," ujarnya.

Karena itu lanjut Dicky adanya kasus obat tercemar zat kimia berbahaya artinya hal tersebut suatu contoh dari buruk dan lemahnya sistem kesehatan dalam negeri serta kacaunya produksi dan distribusi obat serta pengawasannya.

"Ini harus jadi intropeksi karena ini mahal pelajarannya. Perbaikannya bukan hanya respon sistemnya dan layanan deteksi dini. Tapi bicara literasinya juga kita harus lihat obat-obat yang dikonsumsi masyarakat beli sendiri atau apa. Health Seeking behavior masyarakat kita harus dilihat," ujar Dicky. (Willy Widianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas