Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gagal Ginjal Akut Diduga karena Keracunan Etilen Glikol, Penderita Didominasi Anak Usia 1-5 Tahun

dr. Piprim B Yanuarso, Sp.A (K)., menjelaskan alasan mengapa para tenaga medis saat ini mencurigai etilen glikol (EG) sebagai zat berbahaya.

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Gagal Ginjal Akut Diduga karena Keracunan Etilen Glikol, Penderita Didominasi Anak Usia 1-5 Tahun
Instagram.com/idai_ig
Ketua Umum IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso Sp.A(K). Zat kimia berbahaya yang terkandung dalam obat jenis sirop bernama etilen glikol dicurigai menjadi biang kerok munculnya kasus gagal ginjal akut pada anak. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Zat kimia berbahaya yang terkandung dalam obat jenis sirop bernama etilen glikol dicurigai menjadi biang kerok munculnya kasus gagal ginjal akut pada anak.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim B Yanuarso, Sp.A (K)., menjelaskan alasan mengapa para tenaga medis saat ini mencurigai etilen glikol (EG) sebagai zat berbahaya.

Ia menyampaikan bahwa kasus ini tidak hanya menjadi perhatian pemerintah saja, namun juga para tenaga kesehatan yang selama ini memiliki bidang yang concern terhadap penyakit anak, terutama terkait ginjal.

Baca juga: Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Kemenkes dan Polri Usut Tuntas Kasus Gangguan Ginjal Akut Anak

Para tenaga medis ini, termasuk mereka yang turut ditugaskan menjadi Satgas Covid-19 melakukan diskusi dan penanganan pula terhadap pasien gagal ginjal akut yang merupakan kelompok anak-anak ini.

"Jadi kenapa ada kecurigaan ke arah keracunan etilen glikol, kawan-kawan di IDAI, para Konsultan ginjal anak, juga Konsultan emergency rawat intensif anak, dokter-dokter di PICU, kemudian Konsultan infeksi, kemudian juga Satgas Covid ya, itu berdiskusi dan melakukan penanganan pada pasien-pasien gangguan ginjal akut ini," ujar dr. Piprim, dalam webinar bertajuk Update Terkini 'Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Meningkat, Obat Sirup Ditangguhkan', Minggu (23/10/2022).

Melalui diskusi dan penanganan tersebut, ditemukan sesuatu yang tidak biasa. Awalnya kondisi ini diduga terkait dengan Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) pasca virus corona (Covid-19). "Dan kemudian kok menemukan sesuatu yang tidak seperti biasanya pada kasus MIS-C pasca Covid ya," ujar dr Piprim.

Selanjutnya, temuan yang dimiliki para dokter ini dicocokkan dengan kejadian luar biasa yang terjadi di Gambia pada September lalu, yang ternyata memiliki kemiripan dengan apa yang sedang dialami anak-anak Indonesia.

Baca juga: VIDEO Kasus Gagal Ginjal Akut Anak, Jokowi Minta Pengawasan Terhadap Industri Obat Diperketat

Berita Rekomendasi

"Nah kemudian pada bulan September itu kan ada laporan dari Gambia ya, ketika diskusi dengan para dokter di Gambia itu, mereka presentasi, ternyata kok kasusnya mirip banget dengan kasus kita," kata dr. Piprim.

Melihat temuan yang memiliki kemiripan antara kasus di Indonesia dengan Gambia, maka tim tenaga medis pun segera melakukan pemeriksaan, termasuk pada darah pasien. Dari pemeriksaan itulah, kemudian ditemukan kadar zat kimia berbahaya etilen glikol di atas ambang batas.

"Dan kemudian dilakukanlah banyak pemeriksaan, termasuk pemeriksaan dalam darah pasien-pasien itu, ditemukanlah kadar etilen glikol yang kadarnya memang tinggi," tegas dr. Piprim.

Dokter Piprim pun menekankan bahwa meskipun pasien-pasien ini telah melakukan cuci darah, namun etilen glikol itu tetap ada dalam darah mereka. Sehingga pihaknya pun curiga ada proses keracunan (intoksikasi) yang dialami anak-anak ini.

"Walaupun pasien itu sudah melakukan cuci darah, tapi tetap ditemukan. Nah dari bukti inilah kemudian kecurigaan kepada intoksikasi itu mengemuka," tutur dr. Piprim.

Terlebih saat ini angka kematian dalam kasus gagal ginjal akut pada kelompok anak ini telah mencapai di atas 50 persen. Ia pun tidak ingin kasus ini terus meningkat dan menimbulkan korban jiwa, khususnya pada kelompok anak-anak.

Baca juga: Mengapa Etilen Glikol Dicurigai Jadi Penyebab 141 Anak Terkena Gangguan Ginjal Akut? Ini Alasan IDAI

"Apalagi kematiannya sudah sangat tinggi di atas 50 persen, ya sekitar 55 persen. Kita nggak mau ada lagi banyak jatuh korban anak-anak yang kita sayangi semua," kata dr. Piprim.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas