VIDEO EKSKLUSIF KPU Sebut Verifikasi Administrasi Video Call Dilakukan Karena Alasan "Force Majeure"
Alasan "force majeure" jadi dasar KPU RI memerintahkan verifikasi administrasi keanggotaan partai politik (parpol) melalui video call.
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Alasan "force majeure" menjadi dasar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memerintahkan verifikasi administrasi keanggotaan partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2024 melalui video call.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik saat bincang-bincang bertajuk 'Partai Politik Layak & Tidak Layak Lolos di Pemilu 2024 bersama Hadar Nafis Gumay dan Arief Budiman di Kantor Redaksi Tribun Network, Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Sebagai informasi, KPU RI ditegur tertulis oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena dianggap melanggar administrasi pemilu lantaran melakukan verifikasi keanggotaan parpol lewat video call.
"Ada situasi force majeure, misalnya di Kalimantan Barat, pada waktu itu terjadi banjir yang tidak memungkinkan anggota partai politik yang harus diklarifikasi datang ke lokasi," ujar Idham Holik.
Yang kedua, dia menjelaskan, ada beberapa anggota partai politik yang dalam kondisi sakit dan tidak memungkinkan datang ke kantor KPU Kabupaten/Kota untuk dilakukan verifikasi.
"Terus juga cuaca dan kondisi alam yang tidak memungkinkan anggota partai politik untuk datang ke kantor KPU Kabupaten/Kota untuk melakukan verifikasi. Misalnya karena gelombang laut yang tinggi," jelasnya.
"Itu akhirnya, karena waktu kami melakukan klarifikasi itu waktunya cukup singkat jadi kami minta untuk melakukan video Call, KPU minta melakukan video call," ucapnya.
Ketua Bawaslu: Verifikasi Administrasi Lewat Video Call Penafsiran Kemanjon
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja memastikan komunikasi dengan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terus berjalan dengan baik.
Terlebih, tahapan dan persiapan menuju pemilihan umum (Pemilu) 2024 sudah semakin dekat.
Namun, Bagja menyadari terdapat sejumlah perbedaan pandangan antara Bawaslu dengan KPU. Salah satunya soal pelaksanaan verifikasi adminstrasi terhadap partai politik (Parpol) calon peserta Pemilu 2024.
Bagja menyoroti soal tahapan verifikasi administrasi parpol menggunakan sistem video call.
Hal itu disampaikan Bagja saat bincang-bincang bertajuk 'Partai Politik Layak & Tidak Layak Lolos di Pemilu 2024 bersama Hadar Nafis Gumay dan Arief Budiman di Kantor Redaksi Tribun Network, Jakarta, Kamis (20/10/2022).
"Misalnya pada saatnya agak ramai itu pada saat videocall, video call pada saat verifikasi administrasi. Kemudian juga sebelumnya pada saat pendaftaran, pendaftaran tidak ada masalah sebetulnya," kata Bagja.
Bagja pun mengulas soal 15 parpol yang kemudian ditolak di pendaftarannya oleh KPU.
Kemudian, mengajukan permohonan sengketa ke Bawaslu RI terkait permohonan pelanggaran administrasi.
"Jadi dari 15 parpol, 6 itu diputus, putusan pendahuluan. Alhamdulillah cukup."
"Sembilan lanjut dan kemudian keputusan enam ditolak."
"Jadi yang masuk sekarang adalah yang masuk ke verifikasi atau parpol-parpol yang layak untuk diverifikasi administrasi," terangnya.
"Dan kemudian memang pada saat yang agak berbeda itu pada saat pemberlakuan video call untuk verifikasi administrasi," sambungnya.
Terkait verifikasi video call, Bagja menilai KPU RI telah melakukan penafsiran yang terlalu mendahului mekanisme.
"Menurut kami penafsiran dan juga penafsirannya kemanjon. Terlalu maju, karena mutatis mutandis, antara verifikasi faktual dan verifikasi administrasi," katanya.
Baca juga: Hari ini Bawaslu Mediasi Empat Parpol yang Gugat KPU
Padahal, kata Bagja, di PKPU 4, tidak ada video call sebagai alat untuk melakukan memverifikasi administrasi.
Dan di verifikasi faktual baru bisa diberlakukan video call.
Seharusnya, kalau mau membuat keputusan ada hal-hal yang kemudian dianggap KPU itu bisa menghambat.
Kemudian, tindakan melakukan penyamaran antara video call di verifikasi faktual dan administrasi.
"Sayangnya ya komunikasi itu tidak terjalin pada saat itu, sehingga kami ingatkan."
"Akhirnya muncullah surat keputusan KPU tentang video call."
"Kami menganggap ini bentuk pelanggaran administrasi."
"Jadi kami ingatkan KPU agar berhati-hati. Kenapa karena jangan sampai ada lagi, tidak ada aturannya kemudian dibuat aturan, dibuat sebuah pelaksanaan tanpa ada baseline aturannya. Walaupun SE itu tidak apple to apple dengan PKPU," paparnya.
Bagja juga nenyadari mekanisme judicial review (JC) dalam melakukan perubahan aturan soal verifikasi administrasi.
Namun waktu yang dibutuhkan itu lebih dari dua minggu sampai satu bulan.
"Nah dengan itu kami mengerti ini kesulitan KPU untuk melakukan hal tersebut, munculah SK."
"Nah kalau seperti itu tentu harus ada obrolan dulu di awal dengan Bawaslu," terangnya.(Tribun Network/yuda).