Sudah 143 Anak Meninggal, Kenapa Gangguan Ginjal Akut Belum Berstatus KLB? Begini Kata Kemenkes
Kemenkes, BPOM, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terus melakukan berbagai upaya mengatasi gangguan ginjal akut.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Angka kematian pasien gangguan ginjal akut sudah mencapai 143 kasus.
Lantas kenapa pemerintah belum menetapkan situasi ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB)?
Terkait hal ini Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril, pun memberikan tanggapan.
Ia menyebutkan jika pihaknya bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sudah melakukan berbagai upaya.
"Sebagai contoh, melakukan koordinasi ketat dan daerah. Kemudian melakukan penelitian larangan penggunaan obat sirup yang diduga," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Selasa (25/10/2022).
Termasuk, bersama BPOM telah mengumumkan obat-obat yang masih aman untuk digunakan.
Lalu respons cepat ini kata Syahril juga ditunjukkan dengan mendatangkan obat antidotum atau penawar.
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak, Pemerintah Diminta Bentuk Tim Independen
Menurutnya, istilah 'KLB" dalam Undang-undang dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) merujuk pada penyakit menular.
Namun pihaknya tetap mengupayakan langkah penanganan penyakit gangguan ginjal akut misterius.
"Dengan keadaan begini, maka kita sudah menyiapkan suatu persiapan bahwa keadaan ini sama dengan KLB. Cuma namanya saja, supaya tidak melanggar Undang-undang atau peraturan sebelumnya yang mendasari penetapan suatu KLB di suatu daerah atau negara kita ini," paparnya lagi.
Syahril pun menambahkan jika respon yang telah dilakukan sudah lebih dari tindakan jika status KLB diterapkan.
"Mudah-mudahan apa yang Kementerian Kesehatan lakukan bersama yang lain adalah respons yang menunjukkan keadaan kita sudah lebih dari respons KLB termasuk pembiayaan-pembiayaan yang diberikan pemerintah," tutup Syahril.