LPSK Jawab Permintaan Hotman Paris Agar Tak Kabulkan Justice Collaborator AKBP Dody Prawiranegara
Lanjut Hasto, pihak manapun memiliki kebebasan ketika memberikan suatu argumen tertentu termasuk Hotman Paris yang ingin membela kliennya.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menegaskan lembaganya tak bisa diintervensi pihak manapun dalam memberikan permohonan justice collaborator pada seseorang.
Hal itu Hasto sampaikan usai kuasa hukum Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea, meminta agar LPSK menolak permohonan Justice Collaborator AKBP Dody Prawiranegara beberapa waktu lalu.
"LPSK kan bekerja secara mandiri tidak bisa diintervensi pihak manapun," tegas Hasto ketika dikonformasi, Kamis (27/10/2022).
Lanjut Hasto, pihak manapun memiliki kebebasan ketika memberikan suatu argumen tertentu termasuk Hotman Paris yang ingin membela kliennya.
Baca juga: LPSK Belum Setujui Permohonan Justice Collaborator AKBP Dody Prawiranegara, Ini Pertimbangannya
Namun Hasto beranggapan karena siapapun berhak mengajukan permohonan Justice Collaborator kepada LPSK asalkan sudah memenuhi syarat yang sudah ditentukan.
"Kalau memenuhi syarat dan asessmennya terpenuhi dan memadai untuk menjadi terlindung ya kita lindungi, kalau tidak ya kita tolak," sebutnya.
Meski begitu, untuk saat ini pihaknya memang belum bisa menyetujui permohonan Justice Collaborator yang diminta oleh pihak AKBP Dody Prawiranegara.
Hal itu lantaran hingga saat ini pihak AKBP Dody belum mekengkapi persyaratan formil dan kronologis kasus yang diminta oleh LPSK.
"Iya kalau sekarang kita belum bisa memberikan penilaian karena syaratnya belum ada, kronologinya belum ada dan kita belum lakukan investigasi dan assesmen," pungkasnya.
Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.
Tindak pidana tertentu yang dimaksud seperti korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana terorganisir yang lain.
Justice collaborator dapat disebut juga sebagai saksi pelaku yang bekerja sama.
Penjelasan Hotman Paris
Sebelumnya diberitakan, Kuasa hukum Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea meminta agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permintaan Justice Collaborator AKBP Dody Prawiranegara dan Linda.
Hal itu diungkap Hotman karena menurutnya AKBP Dody dan Linda alias Anita justru sebagai aktor utama dari kasus penyalahgunaan narkoba yang juga membelit kliennya itu.
"Mana mungkin dia berbicara sebagai Justice Collaborator. Karena yang bisa mengajukan Justice Collaborator bukan diduga pelaku utama, disini Dody dan wanita pengusaha itu (Linda)," kata Hotman Paris di Polda Metro Jaya, Selasa (25/10/2022) malam.
Lanjut Hotman, bahkan ia menyebut Dody dan Linda merupakan dua aktor yang sengaja mengkonspirasi kasus penyalahgunaan narkoba tersebut.
Sebab menurutnya Hotman, Dody dan Linda dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kliennya sebagai pihak yang memegang barang bukti narkoba yang hendak di edarkan.
"Buktinya dua kilogram pada tanggal 12 Oktober ditemukan di rumah eks Kapolres," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara bakal mengajukan justice collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam statusnya sebagai tersangka kasus peredaran narkoba.
"Kami akan mengajukan justice collaborator kalau LPSK pengajuan kami diterima," kata Kuasa Hukum AKBP Dody, Adriel Viari Purba di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (22/10/2022).
Tak hanya Dody, kata Adriel, pihaknya juga bakal mengajukan perlidungan terhadap dua kliennya yang lain yang juga menjadi tersangka. Keduanya adalah Linda Pujiastuti dan Samsul Ma'rif.
"Hari Senin kami akan bersurat ke LPSK untuk meminta perlindungan klien kami, satu AKBP Dody, dua ibu Linda Pujiastuti dan ketiga bapak Samsul Ma’rif," jelasnya.
Menurutnya, ketiga orang tersebut merupakan saksi kunci yang bisa mengungkap peran Irjen Teddy Minahasa di kasus peredaran narkoba.
"Karena 3 orang ini saksi kunci yang bisa mejelaskan secara gamblang gimana peran Pak TM karena langsung WA (Whatsapp) langsung," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa buka suara soal tuduhan dirinya sebagai pengedar narkoba. Hal itu disampaikan melalui keterangan tertulis kepada awak media.
Kuasa Hukumnya, Henry Yosodiningrat pun membenarkan soal keterangan tertulis tersebut. Dia membenarkan Irjen Teddy Minahasa yang membuat keterangan tersebut.
Awalnya, Irjen Teddy Minahasa mengungkapkan bahwa Polres Kota Bukittinggi mengungkap kasus narkoba sebesar 41,4 kg pada April-Mei 2022 lalu. Kemudian, barang bukti dilakukan pemusnahan pada 14 Juni 2022.
"Dan pada proses pemusnahan barang bukti ini, Kapolres Kota Bukittinggi beserta orang dekatnya melakukan penyisihan barang bukti narkoba tersebut sebesar 1 persen untuk kepentingan dinas," kata Irjen Teddy dalam keterangannya seperti dilihat Tribunnews, Selasa (18/10/2022).
Selanjutnya, Eks Kapolres Kota Bukittinggi itu pun terkena mutasi menjadi Biro Logistik Polda Sumatera Barat pada tanggal 20 Oktober 2022. Hal ini pun membuat kekecewaan karena seharusnya Eks Kapolres itu bakal naik pangkat.
Di sisi lain, Irjen Teddy yang saat itu menjabat Kapolda Sumatera Barat dianggap memberikan perintah kepada Kapolres untuk menyisihkan barang bukti.
"Saya sebagai Kapolda disebut telah memberikan perintah penyisihan barang bukti narkoba tersebut," ungkapnya.
Berikutnya, Irjen Teddy Minahasa pun kembali ke belakang saat dirinya mengenal salah satu wanita yang kini juga ditetapkan tersangka yaitu Anita alias Linda pada 23 Juni 2022 lalu.
Linda, kata Teddy, pernah menipu dirinya soal informasi penyeludupan narkoba sebesar 2 ton melakui jalur laut. Saat itu, dia mengaku telah rugi Rp20 miliar akibat biaya operasi ke Laut China Selatan dari kantong pribadi.
"Saya rugi hampir Rp20 M untuk biaya operasi penangkapan di Laut China Selatan dan sepanjang Selat Malaka dari kantong pribadi," jelasnya.
Teddy kemudian kembali dihubungi Anita soal kerja sama terkait penjualan pusaka kepada Sultan di Brunai Darussalam. Anita meminta biaya kepada dirinya sebagai operasional berangkat ke Brunai Darussalam.
"Namun saya tidak berikan dan saya tawarkan untuk berkenalan dengan Kapolres Kota Bukittinggi karena yang bersangkutan ada barang sitaan narkoba," ungkap Teddy.
Teddy menuturkan bahwa maksud tujuannya mengenalkan dengan Kapolres Kota Bukittinggi untuk menangkap Anita. Sebab, Irjen Teddy berniat membalas dendam karena pernah ditipu Anita soal operasi di Laut China Selatan,
"Sesungguhnya, niatan saya adalah untuk melakukan penangkapan terhadap Linda yang akan dilakukan oleh Kapolres Kota Bukittinggi dengan tujuan Anita alias Linda masuk penjara dan terbalaskan kekecewaan saya saat dibohongi selama operasi penangkapan di Laut China Selatan dan Selat Malaka. Kedua, Kapolres Kota Bukittinggi mendapatkan reward dari pimpinan karena berhasil menangkap langsung Anita alias Linda," jelas Teddy.
Namun, Teddy tidak menyangka ternyata implementasi dari teknik delivery control maupun under cover oleh Kapolres tidak dilakukan secara prosedural. Karena itu, dirinya disebut terlibat dalam peredaran narkoba karena memperkenalkan Anita dan Kapolres.
"Di sinilah saya disebut terlibat telah memperkenalkan Anita alias Linda kepada Kapolres Kota Bukittinggi untuk transaksi narkoba. Padahal saya tidak pernah tahu yang sesungguhnya atas wujud dari narkoba yang disisihkan tersebut, tidak pernah melihat barangnya, tidak tahu jumlahnya, dan tidak tahu disimpan dimana. Sehingga saya juga tidak yakin bahwa Kapolres Kota Bukittinggi benar-benar telah menyisihkan sebagian dari barang bukti narkoba tersebut atau tidak," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.