AKBP Arif Rachman Ajukan Eksepsi, Minta Dibebaskan dari Dakwaan & Dipulihkan Harkat Martabatnya
Dalam eksepsinya, pengacara Arif Rachman meminta majelis hakim mengabulkan eksepsinya dan membebaskannya dari dakwaan perkara obstruction of justice.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa perkara penghalangan penyidikan atau obstruction of justice kasus kematian Brigadir Yosua, Arif Rachman Arifin mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam eksepsinya, pengacara Arif Rachman meminta majelis hakim mengabulkan eksepsinya dan membebaskannya dari dakwaan perkara obstruction of justice.
Baca juga: Ferdy Sambo Merasa Bersalah ke Anak Buah karena Rekayasa Kasus Brigadir J, Minta Mereka Tak Dihukum
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau Setidak-tidaknya tidak dapat diterima karena penyidikan dalam proses penuntutan terdakwa Arif Rachman Arifin dilakukan secara tidak sah," kata tim kuasa hukum Arif Rachman, Djunaedi Saibih di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (28/10/2022).
Surat dakwaan disebut tim kuasa hukum prematur dan tidak sah sehingga harus dibebaskan dari dakwaan tersebut.
"Membebaskan terdakwa Arif Rachman Arifin dari segala dakwaan penuntut umum dan melepaskan terdakwa Arif Rachman Arifin dari tahanan," ucapnya.
Selanjutnya, tim kuasa hukum juga meminta agar kliennya dipulihkan harkat dan martabatnya dalam perkara ini.
"Memulihkan Terdakwa Arif Rachman Arifin dalam harkat dan martabatnya dan membebankan biaya perkara kepada negara atau apabila yang terhormat Majelis Hakim berpandangan lain, maka Kami memohon agar Majelis Hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya," ucapnya.
Dakwaan Dinilai Tidak Cermat
Terdakwa Arif Rachman Arifin menyampaikan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai tidak cermat dalam memaparkan keterlibatannya di kasus obstruction of justice.
Baca juga: Arif Rachman Ajukan Eksepsi Atas Dakwaan Perkara Obstruction of Justice Pembunuhan Brigadir J
Hal itu diungkapkan Arif melalui kuasa hukumnya, Junaedi Saibih dalam agenda nota keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (28/10/2022).
Junaedi menuturkan perbuatan Arif Rachman di kasus dugaan obstruction of justice dilakukan karena adanya ancaman dari Ferdy Sambo yang juga atasannya.
"Saudara penuntut umum tidak cermat menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam perbuatan terdakwa Arif Rachman, karena tidak menguraikan kesamaan niat atas perbuatan fisik yang diperintahkan oleh saksi Ferdy Sambo," ujar Junaedi Saibih dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (28/10/2022).
Dijelaskan Junaedi, Arif Rachman bersama Hendra Kurniawan menerima perintah Ferdy Sambo seusai menyaksikan hasil rekaman CCTV yang telah terlebih dahulu disalin oleh Baiquni Wibowo.
Saat itu, Ferdy Sambo meminta keduanya untuk segera memusnahkan dan menghapus salinan rekaman CCTV yang diambil dari pos security Kompleks Duren Tiga tersebut.
"Ferdy Sambo dengan emosi dan nada tinggi memerintahkan agar memusnahkan dan hapus semua salinan rekaman CCTV yang ada di laptop Baiquni Wibowo," ungkapnya.
Dengan adanya perintah itu, Arif Rachman Arifin yang tidak berani dengan Ferdy Sambo akhirnya memusnahkan rekaman CCTV itu dengan cara mematahkan laptop Baiquni.
Adapun tindakan itu dilakukan hanya untuk mentaati perintah Ferdy Sambo yang saat itu masih menjabat Kadiv Propam Polri.
Tindakan itu pun telah sesuai aturan Peraturan Polisi (Perpol) Pasal 11 nomor 7 tahun 2022.
"(Perpol) setiap pejabat Polri yang berkedudukan sebagai bawahan dilarang untuk melawan dan menentang atasan," ujar Junaedi.
Baca juga: Pekan Depan, Keluarga Brigadir J akan Bersaksi di Sidang Ferdy Sambo, Termasuk Vera Sang Pacar
Diketahui, dalam perkara ini ada tujuh anggota polri yang ditetapkan sebagai terdakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J dengan menghancurkan dan menghilangkan barang bukti termasuk CCTV.
Mereka adalah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan; Agus Nurpatria; Chuck Putranto; Irfan Widianto; Arif Rahman Arifin; dan Baiquni Wibowo.
Keseluruhannya didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.