Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus HAM Paniai, KontraS Temukan Perbedaan Kronologi versi Dakwaan Jaksa dengan Komnas HAM

Terdapat perbedaan kronologi antara Komnas HAM dengan JPU di sidang pelanggaran HAM berat Paniai yang berpotensi meringankan terdakwa.

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Kasus HAM Paniai, KontraS Temukan Perbedaan Kronologi versi Dakwaan Jaksa dengan Komnas HAM
ist
Kontras logo. KontraS temukan terdapat perbedaan kronologi antara Komnas HAM dengan JPU di sidang pelanggaran HAM berat Paniai yang berpotensi meringankan terdakwa. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdapat perdebatan kronologi antara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum di sidang pelanggaran HAM berat Paniai.

Hal itu diungkap Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Tioria Pretty Stephanie menilai perbedaan ini berpotensi meringankan terdakwa Mayor Inf (Purn.) Isak Sattu (IS).

Adapun IS merupakan purnawirawan TNI-AD, mantan Perwira Penghubung Kodim 1705/Paniai, Kabupaten Paniai yang menjadi satu-satunya terdakwa dalam kasus Paniai.

Padahal, lanjut dia, temuan Komnas HAM membeberkan ada potensi pelaku lain yang terlibat dalam kasus HAM tersebut.

"Perbedaan ini juga menunjukkan indikator posisi dan keberpihakan kedua lembaga penegak hukum terhadap para pihak baik pelaku ataupun korban," kata Tioria Pretty Stephanie dalam paparannya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2022). 

Lebih jauh Pretty menyebutkan bahwa dakwaan jaksa cenderung meringankan terdakwa, sehingga berpotensi menutup pelaku lainnya untuk dijerat dalam kasus ini.

Berita Rekomendasi

Pada kejadian 8 Desember 2014, kata dia, dakwaan JPU tidak memberi detail senjata api yang digunakan pelaku.

“Tapi mendeskripsikan bahwa massa aksi membawa sejumlah senjata tajam seperti kapak, parang, panah, batu dan kayu.”

Baca juga: Koalisi Masyarakat Soroti Kejanggalan Dakwaan dan Keamanan dalam Pengadilan HAM Paniai

Sementara Dakwaan JPU bertolak belakang dengan temuan Komnas HAM yang dalam ringkasannya memberi detail senjata api yang digunakan para pelaku yakni aparat polisi menggunakan senjata api AK 47, SS 1, dan SS V2 Sabhara, dan  anggota Brimob (BKO) menggunakan Senpi AK 101 dan SS1 Kal 5,56 mm. 

"Sementara Aparat TNI (Timsus 753) menggunakan Senpi Laras Panjang, Senpi M-16 caliber 5.56 mm, Senpi caliber 7,62 mm, Senpi jenis SS-1 V3, dan Senpi jenis Stand.”

“Anggota Koramil Enarotali menggunakan Senpi Genggam Jenis FN, Senpi Panjang Jenis Stand, Jenis M-16, Jenis SS-V1, dan Jenis S.O. Daewo. Sedangkan tidak menyebutkan bahwa massa aksi membawa senjata tajam," tutur Pretty. 

Selanjutnya, dakwaan jaksa juga tidak menyebut korban meninggal sebanyak empat orang masih berusia anak.

Padahal temuan Komnas HAM, menyebut ada empat korban ditegaskan masih berusia anak.  

Menurut Pretty, perbedaan dakwaan jaksa dengan temuan Komnas HAM lantaran minimnya pelibatan para korban dan keluarganya pada proses penyidikan. 

"Sementara kronik dan detail informasi di dakwaan sangat didominasi narasi dari sisi TNI/Polri," kata dia. 

Baca juga: Kasus HAM Paniai, Kontras Temukan Adanya Intimidasi Aparat Terhadap Mahasiswa Papua di Makassar

Atas hal itu KontraS berharap Majelis Hakim dapat menggali informasi dan keterangan lebih banyak dari masyarakat sipil, khususnya pada korban dan keluarganya. 

"Untuk menyeimbangkan minimnya pelibatan kesaksian warga sipil dan para penyintas serta keluarga korban sedari awal penyidikan," ujarnya. 

Adapun sidang perdana pelanggaran HAM berat Paniai digelar pada Rabu (21/9/2022) lalu, dengan terdakwa yang masih berjumlah satu orang yakni Mayor Inf (Purn.) Isak Sattu (IS), purnawirawan TNI-AD, mantan Perwira Penghubung Kodim 1705/Paniai, Kabupaten Paniai.

Hingga saat ini, Kamis (03/10/2022) sidang Paniai masuk dalam agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Makassar.

Sementara Putusan Pengadilan HAM Paniai yang akan berlangsung di akhir November mendatang.

Untuk diketahui, tragedi Paniai terjadi pada 7-8 Desember 2014.

Sebanyak empat orang warga tewas ditembak dan 21 lainnya terluka ketika warga melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap kelompok pemuda sehari sebelumnya.

Baca juga: Komnas HAM Bentuk Tim Pantau Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai di Makassar Hari Ini

Beberapa pekan setelahnya, Presiden Joko Widodo berjanji akan menyelesaikan kasus tersebut.

Selang beberapa tahun setelahnya, tepatnya pada Februari 2020, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menetapkan perisitiwa Paniai sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

Dalam peristiwa itu, Komnas HAM mencatat empat orang tewas terkena peluru panas dan luka tusuk. Sementara itu, 21 orang lainnya terluka karena penganiayaan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas