Kasus Impor Garam, Kejaksaan Agung: Pertanggungjawabannya Bukan Berada pada Tingkat Menteri
Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor garam periode 2016 hingga 2020.
Editor: Theresia Felisiani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung menyatakan dalam kasus dugaan korupsi impor garam periode 2016 hingga 2020, pertanggungjawabannya bukan berada pada tingkat menteri.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor garam periode 2016 hingga 2020.
Dari empat tersangka, tiga di antaranya merupakan pejabat di Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Mereka ialah Dirjen Industri Kimia Farma dan Tekstil Kemenperin, Muhammad Khayam; Direktur Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Fridy Juwono; Kepala Sub Direktorat Indusri Kimia Farma, Yosi Arfianto.
"Sampai saat ini kami belum ada jadwal atau program dari penyidik untuk memanggil saudara Airlangga Hartarto dan Agus Gumiwang," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung kepada wartawan, Jumat (4/11/2022).
Hal itu disebabkan belum adanya kebutuhan dari tim penyidik untuk memeriksa keduanya.
"Belum ada urgensi untuk memeriksa yang bersangkutan. Penyidik belum memerlukan keterangan yang bersangkutan untuk diperiksa."
Menurut Ketut dalam perkara impor garam, pertanggungjawabannya bukan berada pada tingkat menteri.
"Pertanggung jawaban kegiatan ekspor dan impor garam yang dilakukan masih sebatas Dirjen dan bawahannya yang telah ditetapkan sebagai tersangka," katanya.
Sebelumnya Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas impor garam industri pada Rabu (2/11/2022).
Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka setelah tim penyidik melakukan gelar perkara.
"Dan mengumpulkan bukti yang cukup," kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi pada Rabu (2/11/2022).
Keempat tersangka diketahui telah merekayasa data kebutuhan dan distribusi garam industri sehingga seolah-olah dibutuhkan impor garam sebesar 3.7 juta ton.
Padahal para tersangka mengetahui data yang mereka susun akan menjadi dasar penetapan kuota impor garam.
"Akibatnya, impor garam industri menjadi berlebihan dan membanjiri pasar garam konsumsi domestik," kata Kuntadi.
Para tersangka pun dikenakan pasal Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.