Hendrawan Saragi Soroti Korupsi dan Pungli oleh Oknum Aparatur Negara yang Membuat Rakyat Menderita
Hendrawan mengatakan masalah korupsi yang dilakukan oknum aparatur negara semakin meluas di Indonesia dan menjadi perhatian publik
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Ekonomi dan Pengembangan Wilayah, Hendrawan Saragi menyoroti korupsi dan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oknum aparatur negara di pemerintahan yang telah membuat rakyat menderita.
Hendrawan mengatakan masalah korupsi yang dilakukan oknum aparatur negara semakin meluas di Indonesia dan menjadi perhatian publik.
"Ini memprihatinkan kita semua," kata Hendra pada diskusi filsafat politik bertajuk 'Kritik atas Manifesto Politik 2022', Minggu (6/11/2022).
Korupsi aparatur negara yang dimaksud, menurutnya adalah korupsi yang terjadi di area dimana ada orang atau pengusaha yang memasok layanan sukarela kepada konsumen tetapi pemerintah memutuskan bahwa layanan ini ilegal.
Contohnya adalah jual beli narkotika, prostitusi, perjudian, atau hal lain yang sepele yang tidak merugikan orang lain tapi diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan hukum.
Baca juga: Cegah Pungli, RSUD Pemalang Gandeng Pengelola Parkir Profesional
Namun menurutnya, ketika suatu aktivitas ini dilarang, padahal hal itu tindakan sukarela antara produsen dan konsumen, maka aparat yang mengawasi ini kemudian menjual hak istimewa untuk ada orang-orang yang masuk dalam bisnis tersebut.
"Seolah-oleh diberdayakan untuk mengeluarkan lisensi khusus, kemudian melanjutkan menjual lisensi tidak resmi tapi vital ini dengan harga berapapun yang akan ditanggung pasar. Singkatnya, hal ini akan terus menerus dilakukan, melarang kegiatan tertentu, kemudian menjual pada calon pengusaha izin/hak istimewa untuk masuk, kemudian mengenakan biaya yang tinggi dan output yang dikeluarkan lebih terbatas," ujarnya.
"Bukan hanya izin bisnis,tapi kemudian memberikan monopoli istimewa untuk membekukan pesaing yang mungkin ingin memasuki industri," lanjut Hendra.
Hendrawan mengatakan area yang lebih luas inilah biasanya korupsi aparat negara terjadi dan melibatkan dana yang sangat besar.
Akal sehat yang merupakan alat untuk menilai hal yang baik dan buruk dalam hal-hal praktis berbangsa, serta kombinasi kebijaksanaan dan kehati-hatian, akhirnya tidak digunakan para oknum aparatur tidak digunakan.
"Akal sehat yang dipakai, bahwa semua hubungan manusia seharusnya tidak terbatas pada kesepakatan sukarela dan persetujuan bersama. Kerja sama manusia dibangun atas dasar persetujuan damai dan pilihan pribadi," ujarnya.
Pihaknya mengusulkan bahwa cara meminimalkan praktik korupsi oknum aparatur negara, yang sangat sederhana tapi efektif adalah bukan dengan melipat gandakan tenaga penegakan hukum.
Akan tetapi dengan mengurangi secara radikal kebijakan-kebijakan dan hukum tertentu yang melumpuhkan, yang membuat korupsi dimungkinkan.
"Dengan hal ini diharapkan tidak hanya korupsi yang diminimalkan, tapi aparat negara akan bebas beroperasi melawan kejahatan yang sebenarnya. Hal ini dapat meningkatkan nama baik penegakkan hukum dan aturan kejahatan dan korupsi yang diakibatkan oleh larangan perpajakan peraturan dan opsi kebijakan lain. Pengeluaran pemerintah untuk penegakan hukum, penjara, dan pengadilan juga akan dapat dikurangi," ujarnya.