Komisi IV DPR Tekankan Pentingnya RUU Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem Alam
Kaukus Kelautan-DPR RI pun mengadakan diskusi tentang nilai kawasan lindung dan konservasi darat dan laut dalam persiapan COP15 dan legislasi kebijaka
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proposal untuk melindungi dan melestarikan setidaknya 30 persen dari daratan dan lautan planet ini pada tahun 2030 telah menjadi salah satu elemen utama dari strategi keanekaragaman hayati global yang akan difinalisasi pada Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP15).
Komisi IV pun mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum bersama dengan Kaukus Kelautan-DPR RI, masyarakat, dan para pemangku kepentingan lainnya tentang nilai kawasan lindung dan konservasi darat dan laut dalam persiapan COP15 dan legislasi kebijakan publik di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/11/2022).
RDPU ini menyoroti manfaat sosio-ekonomi dari proposal 30x30, dan menggarisbawahi peran utama yang dapat dimainkan Indonesia di kawasan dan di panggung global dengan memajukan konservasi darat dan laut lebih lanjut.
Anggia Ermarini, Wakil Ketua Komisi IV dan Kaukus Kelautan, memimpin berjalannya RDPU, menyatakan bahwa masyarakat lokal adalah penjaga utama keanekaragaman hayati dan memainkan peran penting dalam kawasan lindung (Protected Areas).
Pemerintah pun dimintanya mendukung semua pemangku kepentingan dan bekerja untuk memastikan pengelolaan kawasan lindung yang efektif untuk mencapai tujuan keanekaragaman hayati, iklim, dan kesejahteraan masyarakat.
Komisi IV menyambut baik argumen positif untuk kawasan lindung dan konservasi, termasuk proposal global 30x30, dan akan memulai kembali pembahasan RUU tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem Alam (RUU KSDAE).
Pada kesempatan sama, Prof. Rokhmin Dahuri, Guru Besar Fakultas Kelautan dan Ilmu Pengetahuan IPB, mengulas tantangan sosial ekonomi masyarakat Indonesia.
Menurutnya, ekonomi sosial masyarakat menunjukkan bahwa ada ruang bagi ekosistem dan sumber daya laut untuk berkontribusi terhadap manfaat sosial ekonomi.
"Indonesia membutuhkan peningkatan sumber daya manusia, infrastruktur, fasilitas, dan anggaran untuk memilih, merancang, dan mengoperasionalkan lebih banyak unit Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di seluruh negeri sehingga total luas KKP memenuhi 30% dari total perairan laut Indonesia pada tahun 2045," kata Rokhmin.
Sementara itu, Prof. Pervaiz K. Ahmed, Direktur Institute for Global Strategy and Competitiveness, Sunway University menegaskan tentang perlunya mengatasi eksternalitas negatif dari perubahan iklim, yang akan paling mempengaruhi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.
"Indonesia dapat memperoleh manfaat sosial ekonomi senilai $1 triliun USD dari Kawasan Konservasi yang menggarisbawahi satu lagi alasan mengapa Indonesia harus membantu berkontribusi pada tujuan global 30x30," kata Pervaiz.
Firdaus Agung Kunto, Phd., Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menekankan, mengacu pada Sustainable Development Goals (SDGs), bahwa biosfer merupakan dasar bagi pengembangan masyarakat.
"Secara khusus SDG 14.2 dan 14.5 menyerukan untuk memulihkan dan melindungi ekosistem laut, dan melalui ini pendapatan dari perikanan dan pariwisata masih dapat dipastikan," kata Firdaus.
Drs. Indra Eksploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun menyoroti tentang konferensi Konvensi Keanekaragaman Hayati yang akan diadakan bulan depan di Montreal, COP15, serta UNFCCC dan hubungan antara konvensi internasional untuk tujuan konservasi.