Ajudan Ferdy Sambo Sebut Senjata Api Khusus Selalu Tersedia di Mobil Putri Candrawathi
Daden Miftahul Haq, ajudan Ferdy Sambo menyebut senjata apa jenis sten out kerap berada atau selalu sedia di mobil Putri Candrawathi
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Daden Miftahul Haq, ajudan Ferdy Sambo dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Daden dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam sidang, Daden menyebut kalau Putri Candrawathi semasa menjadi istri Kadiv Propam Polri tak pernah memegang atau memiliki senjata api.
Hal itu terungkap setelah jaksa menanyakan soal pengetahuan Daden terhadap para majikannya.
"Untuk saudara saksi, kalau diperkenalkan senpi (senjata api) bisa mengenali jenis senjata kan?" tanya jaksa dalam persidangan, Selasa (8/11/2022).
"Bisa," kata Daden.
Baca juga: Ajudan Ferdy Sambo Ungkap Kuat Maruf Titipkan Pisau Saat Bakal Diperiksa soal Kematian Brigadir J
Atas jawaban itu, jaksa lantas menanyakan terkait kepemilikan senjata jenis sten out.
Kata Daden, senjata itu kerap berada atau selalu sedia di mobil Putri Candrawathi
"Saudara Daden, apakah saudara pernah melihat senjata api stand out, senjata stand out itu melekat pada siapa, terdakwa Sambo atau Putri Candrawathi?" tanya jaksa.
"Di mobil yang membawa ibu (Putri Candrawathi), pak," jawab Daden.
"Kalau memang senjata itu harus melekat, beda dengan yang melekat di terdakwa Ferdy Sambo?" timpal jaksa.
"Siap beda," jawab lagi Daden.
Baca juga: Kuasa Hukum Ferdy Sambo Duga Brigadir J Punya Kepribadian Ganda, Hakim: Silakan Gali
Dari pernyataan itu, jaksa kembali menanyakan soal apakah Putri Candrawathi selalu istri Kadiv Propam Polri dibekali atau memegang senjata atau tidak.
Kata Daden, sejak dirinya mengawal keluarga Ferdy Sambo, dirinya menyebut kalau Putri Candrawathi tak pernah memegang senjata api.
"Sepengatahuan anda, dulu kan pernah mengawal PC? Berapa lama?" tanya jaksa.
"Sekitar 4 sampai 5 bulan," jawab Daden.
"Selama mengawal PC, apakah saudara terdakwa PC memiliki senjata api?" tanya lagi jaksa.
"Saya tidak tau," jawab Daden.
"Pernah melihat PC memiliki senpi?" cecar jaksa.
"Tidak tahu," ucap Daden.
Baca juga: Ajudan Ferdy Sambo Sebut Pintu Kamar Putri Candrawathi Terbuka Usai Penembakan Brigadir J
Kendati demikian, Daden tidak menjelaskan secara detail senjata api yang selalu ada di mobil Putri Candrawathi itu milik siapa.
Dirinya hanya memastikan kalau selama bekerja untuk Putri Candrawathi, yang bersangkutan tidak memiliki senjata api.
Lebih lanjut, Daden menjelaskan, selama menjadi ajudan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, dirinya hanya bertugas di rumah dinas khusus ajudan Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga atau yang biasa disebut pos 54.
Lokasi itu kata dia, tidak jauh dari rumah dinas Ferdy Sambo atau lokasi penembakan Brigadir J.
"Saudara Daden, tadi kamu menjelaskan ikut dengan FS dan PC dari kapan?" tanya jaksa.
"Sekitar 2 tahun 6 bulan," ucapnya.
"Selama itu lebih banyak mana di rumah Saguling atau Bangka?" tanya lagi jaksa.
"Kalau saya tuh di pos 54," jawab Daden.
"Tapi jaga di Saguling?" timpal jaksa.
"Menjaga itu tugas yang lain ADC ADC yang standby," jawabnya.
Diketahui Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Dalam kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.