Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Sebut BPA Pada Galon Guna Ulang Bahayakan Konsumen, Ini Solusi yang Ditawarkan!

Sejumlah pakar memaparkan bahaya yang bisa ditimbulkan oleh penggunaan senyawa Bisphenol A (BPA) dalam kemasan pangan.

Penulis: Muhammad Fitrah Habibullah
Editor: Bardjan
zoom-in Pakar Sebut BPA Pada Galon Guna Ulang Bahayakan Konsumen, Ini Solusi yang Ditawarkan!
Istimewa
Ilustrasi galon guna ulang polikarbonat. 

TRIBUNNEWS.COM – Hasil penelitan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Anwar Daud, memaparkan bahaya yang bisa ditimbulkan oleh penggunaan senyawa Bisphenol A (BPA) dalam kemasan pangan.

Pada gelaran ‘Workshop Penggunaan Bahan BPA pada Makanan dan Minuman’ yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan RI, di Jakarta (9/11/2022), dirinya menekankan bahwa senyawa BPA dalam kemasan pangan sangat berbahaya karena dapat memicu penyakit berbahaya, termasuk dalam kemasan galon air mineral guna ulang.

"BPA paling banyak digunakan di kemasan kaleng, makanan dan minuman, padahal berdasarkan hasil riset kesehatan yang ada sekarang, BPA adalah senyawa yang paling berbahaya di kemasan,” ujarnya.

Tak hanya itu, Kepala Pusat Studi Lingkungan Unhas ini juga mengaitkan hasil penelitiannya dengan hasil riset internasional tentang bahaya BPA pada kesehatan manusia dan lingkungan.

BPA adalah bahan kimia sintetis organik yang biasa digunakan dalam produksi industri plastik polikarbonat (PC) dan resin epoksi.

Pakar setuju paparan BPA berbahaya bagi kesehatan

Merujuk pada hasil penelitiannya, Anwar memperkirakan penggunaan BPA secara global akan mencapai 10,6 juta metrik ton pada tahun 2022.

Berita Rekomendasi

Menurut hasil riset luar negeri yang melakukan studi monitoring manusia, saat manusia kian terpapar dampak kesehatan dari BPA secara luas, risiko kanker akan meningkat. Begitu pula dengan risiko penyakit lainnya.

 “Beberapa studi epidemiologi melaporkan bahwa peningkatan kadar BPA pada urin, berhubungan dengan obesitas, gangguan kesuburan, dan penyaki kardiovaskular,” ujarnya.

Anwar juga menjelaskan juga bahwa konsumsi melalui kemasan yang mengandung BPA adalah sumber utama paparan BPA.

“Manusia terpapar BPA melalui rute dan sumber yang berbeda, tetapi konsumsi telah dikonfirmasi sebagai sumber utama paparan BPA,” sambungnya.

Ia juga mengingatkan, galon guna ulang berbahan polikarbonat tak hanya dapat menjadi kontaminan lingkungan, tetapi juga sumber kandungan mikroplastik. Meski dicuci dan disikat untuk digunakan berulang kali, galon guna ulang dapat menjadi sumber mikroplastik yang sama berbahayanya.

"Tidak ada satu pun air mineral yang tidak mengandung mikroplastik, baik dari sisi kemasan maupun airnya. Terlebih lagi air isi ulang, karena galonnya dicuci dan dipakai ulang sebelum diisi selalu dicuci dengan disikat, sehingga terkelupas,” ujarnya.

Koordinator Kelompok Substansi Standardisasi Bahan Baku, Kategori, Informasi Produk, dan Harmonisasi Standar Pangan Olahan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Yeni Restiani, juga turut mengungkapkan bahaya BPA sebagai kemasan pangan.

”BPA dapat bermigrasi dari kemasan ke produk pangan melalui berbagai cara, dari proses pencucian, penggunaan air pada suhu tinggi, residu detergen, dan pembersihan yang mengakibatkan goresan,” kata Yeni.

Yeni menambahkan, “Kemudian ditambah lagi dengan penyimpanan yang tidak tepat, serta paparan sinar matahari langsung.”

Revisi regulasi hingga penggunaan galon PET, solusi kurangi paparan BPA

Penggunaan BPA di Indonesia mengacu pada peraturan BPOM Nomor 20/2019  tentang Kemasan Pangan mengenai persyaratan batas migrasi BPA pada kemasan plastik polikarbonat adalah 0,6 bagian per juta (bpj).

Sepanjang tahun 2021 hingga 2022, BPOM menemukan fakta peluluhan BPA sampel galon polikarbonat bekas pakai di sarana peredaran yang tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA di Banda Aceh, Aceh Tengah, Medan, Jakarta, Bandung, dan Manado.

BPOM kemudian melakukan pengkajian lebih dalam dan akan menurunkan batas migrasi BPA menjadi 0,05 ppm.

“Tapi ini masih berupa draf hasil kajian, regulasi yang ada saat ini masih 0,6 bpj,” katanya.

Sebagai upaya melindungi masyarakat, BPOM pun sudah menginisiasi revisi Peraturan BPOM No. 31/2018 tentang Label Pangan Olahan, di mana galon air mineral berbahan plastik polikarbonat wajib mencantumkan label tulisan ‘Berpotensi Mengandung BPA’.

Sementara itu, Idham Arsyad dari Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menjelaskan, kapasitas produksi air minum kemasan 30 milyar liter per tahun, setengahnya berupa kemasan galon. Sebesar 65 persen dikuasai market leader, 25% perusahaan menengah, dan sisanya 10% pemain kecil.

“Kini, paling tidak jumlah galon yang beredar antara 30-40 juta buah di Indonesia dan lebih 90% adalah galon polikarbonat,” ujar Idham

Merespons penolakan pelabelan BPA oleh BPOM yang disampaikan berbagai pihak, terutama industri air minum dalam kemasan (AMDK), Gapmmi menawarkan alternatif penggunaan kemasan galon polietilena tereftalat (PET).

“Tak perlu ditutupi, di pasaran kini juga telah banyak ditemui galon PET itu juga bisa guna ulang. Dan sebetulnya industri bisa menghemat Rp. 1,5 Trilyun per tahun, apabila beralih ke galon returnable PET. Karena harga galon guna ulang PET 50% lebih murah dibanding galon polikarbonat,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas