Respons Wamenkumham Sikapi Usulan Komisi III DPR Soal Pasal Rekayasa Kasus: Tidak Ada Masalah
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej merespons usulan Komisi III DPR RI soal pasal rekayasa kasus.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Adi Suhendi
![Respons Wamenkumham Sikapi Usulan Komisi III DPR Soal Pasal Rekayasa Kasus: Tidak Ada Masalah](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/edward-omar-sharif-hiariej-1210.jpg)
Pertama, setiap orang yang memalsukan bukti-bukti, atau membuat bukti-bukti palsu yang dimaksudkan untuk dipergunakan dalam proses peradilan diancam karena pemalsuan bukti dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori V.
Kedua, dalam hal perbuatan pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat dalam proses peradilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Baca juga: Mahasiswa Tanya soal Pasangan Belum Menikah Check-In di Hotel dalam RKUHP, Ini Jawaban Wamenkumham
Ketiga, apabila perbuatan sebagaimana ayat (2) dilakukan dengan tujuan agar seseorang yang seharusnya tidak bersalah menjadi dapat dinyatakan bersalah oleh pengadilan atau dengan maksud agar seseorang yang akan diadili dalam proses peradilan pidana mendapatkan hukuman yang lebih berat dari yang seharusnya diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
“Jika KUHP kita kedepan mengatur soal rekayasa alat bukti atau kasus, maka ini juga akan berkontribusi dalam perbaikan penegakan hukum dan mentalitas penegak hukum kita,” ujarnya.
Senada, Anggota Komisi III Taufik Basari menyetujui usulan tambahan pasal tindak pidana rekayasa kasus.
Menurutnya, pasal rekaya kasus ini dapat difokuskan kepada fabricated evidence terkait kasus narkotika.
“Setuju dengan pak Arsul soal rekayasa kasus ini difokuskan ke fabricated evidence di mana ketika ada setiap orang yang buat bukti palsu untuk proses peradilan maka itu rekayasa kasus untuk bisa dipidana,” tuturnya.
Dia pun mengusulkan agar aturan terkait narkotika dikeluarkan dari draft RUU KUHP Pasal 611.
Hal itu agar pembahasannya dapat dilakukan lebih komprehensif.
“Kan semangatnya kebijakan narkotik bukan hanya soal pemidaaan tapi ada soal kesehatan, kaitannya dengan pidana harus sama. Maka usulan saya khusus untuk narkotika tpmnya diatur dalam RUU Narkotika.”
“Maka usulan saya khusus untuk narkotika diatur dalam RUU Narkotika,” kata Tobas, sapaan akrabnya.