40 Hari Tragedi Kanjuruhan: Duka Masih Menganga, Desakan Pecat Penembak Gas Air Mata
Sejumlah sorotan di 40 Hari Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 nyawa dan ratusan luka-luka, duka masih terasa, pasal yang diterapkan ringan.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Duka masih terasa di 40 Hari Tragedi Kanjuruhan.
Beberapa hal masih jadi sorotan di 40 Hari Tragedi Kanjuruhan.
Seperti desakan untuk memecat pelaku penembak gas air mata.
Hingga pasal yang dikenakan ke tersangka sangat ringan.
Berikut lima fakta 40 hari tragedi Arema FC Vs Persebaya yang berlangsung Rabu (9/11/2022).
1. Duka Aremania Masih Menganga, Penetapan 6 Tersangka Terkesan untuk Turunkan Tensi Kemarahan Publik
Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) menilai, 40 hari usai tragedi Kanjuruhan, trauma korban masih tergambar dengan jelas ditambah, pengusutan kasus berjalan di tempat.
Untuk itu, PSTI mendesak agar Polri memecat dengan tidak hormat (PTDH) penembak gas air mata yang dalam rekomendasi Komnas HAM disebut pemicu utama Tragedi Kanjuruhan.
"Sudah empat puluh hari dari Tragedi Kanjuruhan, keadilan bagi para korban belum masih jauh panggang dari api" papar Abe Tanditasik, Sekjen PSTI dalam keterangannya, Rabu (9/11/2022).
"Enam orang ditetapkan sebagai tersangka, tetapi terkesan hanya sekedar menurunkan tensi kemarahan publik," ujar Abe.
2. Pasal Terlalu Ringan
Seperti diduga, kata Abe, pasal yang dikenakan hanya kelalaian, bukan kejahatan.
"Padahal, dalam semua bukti yang beredar, jelas itu merupakan kesengajaan yang dapat menyebabkan kematian. Bukan sekedar kelalaian," paparnya.
"Tidak ada langkah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat kepada para pelaku kejahatan tersebut. Terutama yang memerintahkan penembakan dan pelaku penembakan gas air mata," tambah dia.
"Belum lagi penanggung jawab keamanan tertinggi yang merupakan atasan pelaku perintah penembakan hanya dimutasi, tapi tidak ada langkah pemeriksaan sama sekali," sambungnya.
Apalagi, tambah Abe, otoritas tertinggi sepak bola Indonesia seolah lari dari tanggung jawab korban dengan dalih peraturan.
"Belum lagi, pejabat tinggi baik di kepolisian maupun PSSI seolah lepas dari tanggung jawab. Keadilan masih sangat jauh dari harapan," tambah dia.
3. Pecat Penembak Gas Air Mata
Pada hari ini, Rabu (9/11), ribuan Aremania melakukan doa bersama di Stadion Kanjuruhan dalam rangka 40 hari tragedi Kanjuruhan.
Kemudian, pada Kamis (10/11), Aremania menggelar aksi solidaritas untuk terus menuntut keadilan untuk para korban.
PSTI lantas menyebut, pihaknya mendesak agar penembak gas air mata dipecat tidak hormat lantaran duka mendalam masih dirasakan.
Bagi Abe, kesedihan bukan hanya dirasakan keluarga korban tewas akibat kesengajaan kejahatan kemanusiaan terhadap suporter Arema di Stadion Kanjuruhan tapi juga suporter seluruh dunia.
"Tindakan represif membabi buta dengan menembakkan gas air mata yang menyebabkan 135 nyawa melayang sia-sia, 25 luka berat dan 596 terluka akibat kebrutalan aparat keamanan yang tidak berperi kemanusiaan belum juga mendekati keadilan," paparnya.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Perintah Penembakan Gas Air Mata dari Diskresi Masing-masing Pasukan
Padahal, kata dia, jika ditinjau membawa gas air mata ke dalam stadion saja adalah bentuk kebrutalan yang tidak boleh. Apalagi, sudah jelas terlarang dalam peraturan FIFA.
"Sudah jelas itu merupakan penganiayaan yang direncanakan tanpa menghiraukan kemanusiaan," paparnya.
"Inilah yang membuat para suporter prihatin," tutup Abe.
4. Mengadu ke DPR
Sebelumnya, Perwakilan Aremania, datang ke Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, untuk rapat bersama Komisi X DPR, pada Selasa (8/11/2022).
Aremania mengadu ke DPR lantaran keluarga maupun korban dari Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang tidak mendapatkan dukungan sama sekali dari pemerintah.
Awalnya, salah satu perwakilan Aremania, Salahudin Manggalani, berterima kasih kepada DPR karena turut berduka atas kejadian di Stadion Kanjuruhan
Salahudin menjelaskan, sejak kejadian berdarah itu terjadi, solidaritas antar suporter sepak bola terpampang nyata.
Akan tetapi, Salahudin menyayangkan, pemerintah yang justru kurang memperhatikan keluarga dan korban Tragedi Kanjuruhan.
"Ini mohon maaf ini, koreksi untuk pemerintah dan Bapak, Ibu Anggota Dewan"
"Perhatian dari pemerintah ini masih sangat kurang ya dibandingkan dengan teman-teman kami sesama suporter," ujar Salahudin di ruang rapat Komisi X DPR.
"Bahkan teman-teman Bonek yang merupakan rival utama kami juga sangat perhatian. Datang dalam setiap kegiatan peringatan ini. Ikut mengusut tuntas, mengawal teman-teman suporter yang lain," sambungnya.
5. Rendahnya Keadilan
Salahudin memaparkan, persentase pemerintah dalam menjembatani rasa keadilan bagi korban dan keluarga Tragedi Kanjuruhan belum mencapai 10 persen.
Menurutnya, hingga saat ini, masih ada puluhan korban yang menjalani pengobatan dengan rawat jalan.
"Dan ini harus kami katakan tidak ada dukungan sama sekali. Yang mendukung justru penggemar K-Pop, penggemar Korea yang mendukung secara langsung selain teman-teman kami suporter ini," tutur Salahudin.
"Dari pemerintah mana? Tidak ada. Padahal Menko-nya orang Malang, Mensos-nya orang Jawa Timur," ujarnya.
Adapun Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau Risma berasal dari Jawa Timur (Jatim).
Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul 5 Fakta 40 Hari Tragedi Arema FC: Pecat Penembak Gas Air Mata hingga Duka Aremania Masih Menganga,
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.