LBH APIK Soroti Pasal Perkosaan RKUHP: Kekerasan Tidak Hanya Fisik, Juga Psikis
Pihak LBH APIK mengapresiasi DPR sebab telah membuat konsep tindak pidana perkosaan lebih luas.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) menyoroti pasal perkosaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Rapat Dengar Umum Pendapat (RDUP) bersama Anggota Komisi III DPR.
Pihak LBH APIK mengapresiasi DPR sebab telah membuat konsep tindak pidana perkosaan lebih luas.
Namun, di satu sisi mereka melihat pasal tersebut masih mengacu kepada bentuk dan ancaman kekerasan yang praktiknya fisik.
Sehingga, dalam RDUP, LBH APIK mengusulkan untuk ditambahkannya keterangan di beberapa pasal dan ayat tersebut supaya tertulis makna yang jelas.
“Jadi kami usulkan supaya nanti ditambahkan di ayat 1 itu adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, atau ancaman kekerasan fisik atau psikis atau ancaman lain yang merugikan korban,” jelas Asnifriyanti Damanik, perwakilan dari LBH Apik, dalam RDUP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/11/2022).
“Jadi lebih luas, karena kalau hanya kekerasan itu dimaknai selama ini hanya fisik dan itu akan kesulitan bagi korban-korban yang alami perkosaan karena kekerasan psikis,” tambahnya,
Kemudian, pihaknya juga mengusulkan agar Pasal 475 ayat (3) juga dirumuskan kembali. Sebab di dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebenarnya telah mengatur juga tentang persetubuhan, tapi hanya terbatas kepada penetrasi penis ke vagina.
Baca juga: RKUHP Milik Semua Pihak, Ketua Komisi III DPR: Banyak yang Ingin Segera Ketuk Palu
Pun dalam RKUHP, juga telah diatur tentang anal dan oral. Tetapi, jelas Asni, masih terbatas karena ada ancaman kekerasan atau ancaman kekerasan fisik.
Sehingga berdasarkan hal ini, pihaknya mengusulkan Pasal 475 ayat (3) dirumusikan sebagaimana tertulis berikut:
‘Jika perbuatan tersebut dilakukan dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan bahwa yang timbul dalam muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakan orang itu untuk melakukan atau membiarkan tindakan berupa: memasukan alat kelamin, dan seterusnya.’
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.