Mahfud MD: Suara Dewan Pers Terkait RKUHP Sudah Didengar
Prosesnya, kata Mahfud, sudah puluhan tahun dibahas dan tidak mungkin menunggu semuanya sepakat.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan RKUHP akan segera disepakati untuk menjadi undang-undang pada Desember nanti meski masih ada kekurangan di sana sini.
Prosesnya, kata dia, sudah puluhan tahun dibahas dan tidak mungkin menunggu semuanya sepakat.
Baca juga: Targetkan Finalisasi RKUHP Pekan Depan, Ketua Komisi III DPR: Ini Bukan Produk PDIP dan Jokowi
Demokrasi, kata dia, memberi hak memberikan pendapat semua kalangan dan konstitusi menentukan proses pengambilan keputusan bila proses agregasi tidak bulat.
Hal tersebut disampaikan Mahfud saat memberikan keynote speech pada acara Seminar tentang Pembahasan Masukan Dewan Pers tentang RKUHP pada Rabu (16/11/2022) secara daring.
“Hukum adalah produk resultante, produk rakyat dan pemerintahnya. Suara-suara kelompok masyarakat, termasuk Dewan pers juga sudah didengar,” kata Mahfud dalam keterangan resmi Tim Humas Kemenko Polhukam RI pada Rabu (16/11/2022).
Mahfud mengatakan awalnya RKUHP ingin diselesaikan sebelum 17 Agustus 2022 lalu sebagai hadiah peringatan kemerdekaan.
Baca juga: Aliansi RKUHP Minta Pasal yang Mendiskriminasi Penyandang Disabilitas Dihapus
Namun demikian, lanjut dia, Presiden Joko Widodo ingin semua aspirasi ditampung.
Untuk memastikan bahwa masyarakat telah dilibatkan dan diberi ruang yang cukup untuk memberi masukan terhadap RUU KUHP, lanjut Mahfud, maka pemerintah telah menggelar dialog dan diskusi publik di 11 kota sesuai perintah Presiden Jokowi.
"Saya sendiri hadir di sejumlah kota untuk membuka dan memberikan materi dan arahan pada dialog publik itu," kata dia.
Mahfud mengatakan pemerintah pada awal pekan depan akan menyampaikan laporan kepada Presiden.
Baca juga: RKUHP Milik Semua Pihak, Ketua Komisi III DPR: Banyak yang Ingin Segera Ketuk Palu
Setelahnya, kata dia, dijadwalkan rapat bersama dengan DPR untuk finalisasi sebelum disahkan dalam rapat Paripurna.
"Dengan demikian, diharapkan sebelum masa sidang DPR ini berakhir pada bulan Desember mendatang, kita sudah punya KUHP baru yang menjadi revisi dari KUHP yang sudah berumur 200 tahun lebih, yang di negara asalnya sudah diganti, dan sudah 59 tahun kita bahas," kata Mahfud.
Ia mengatakan pembahasan yang panjang dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat tereebut guna mengakomodasi berbagai kepentingan, aliran, paham, dan situasi budaya.
Semua itu, lanjut dia, dirajut menjadi satu dalam visi bersama tentang Indonesia yang diharapkan segera menghasilkan KUHP yang baru.
Pemerintah, kata Mahfud, juga mengapresiasi berbagai elemen masyarakat yang menyampaikan masukan dan aspirasi termasuk Dewan Pers.
Baca juga: LBH Pers Soroti Pasal Penyiaran yang Kerap Multitafsir di RDPU RKUHP
Hadir dalam acara tersebut Dewan Pers, perwakilan Kemenkumham, asosiasi profesi pers, LSM, dan kelompok-kelompok masyarakat sipil.
Masukan Dewan Pers Dibahas Tim Ahli
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej mengatakan masukan Dewan Pers terkait RKUHP sudah dibahas dengan Tim Ahli penyusun RKUHP.
Masukan terkait klausula pengecualian itu, kata pria yang akrab disapa Eddy tersebut, akan dimasukan ke dalam bagian penjelasan.
Selain itu, kata dia, rencananya masukan tersebut juga akan dibahas dalam waktu dekat.
Hal tersebut disampaikannya usai acara Kumham Goes To Campus di Universitas Palangka Raya, Kota Palangkaraya, Kalkmantan Tengah pada Rabu (26/10/2022).
Baca juga: RKUHP Milik Semua Pihak, Ketua Komisi III DPR: Banyak yang Ingin Segera Ketuk Palu
"Masukan Dewan Pers nanti kita masukan dalam penjelasan. Sudah dibahas tim ahli dan nanti sekitar pertengahan bulan November kita akan bahas dengan Komisi III. Ada yang diakomodasi," kata Eddy.
Masukan Dewan Pers Dinilai Positif
Diberitakan sebelumnya Eddy menilai sikap Dewan Pers terhadap RKUHP positif karena tidak hanya mengkritik melainkan juga menawarkan solusi.
Solusi yang ditawarkan Dewan Pers kepada pemerintah, kata dia, adalah dengan menambahkan klausula exceptional di dalam rumusan sejumlah pasal yang berbunyi "kecuali untuk kepentingan jurnalistik".
Menurutnya secara pribadi, hal tersebut sangat mungkin untuk diakomodasi.
Ia mengungkapkan hal tersebut secara pribadi karena menurutnya terkait hal tersebut belum membicarakannya secara keseluruhan dengan tim ahli pemerintah penyusun RKUHP.
Hal tersebut disampaikannya dalam acara bertajuk RUU KUHP: Wujud Keadilan Hukum Indonesia di kanal Youtube FMB9ID_IKP pada Senin (29/8/2022).
"Solusi ini menurut pendapat saya secara pribadi, sekali lagi secara pribadi, itu sangat bisa diakomodasi," kata Eddy.
Menurutnya, jika DPR sepakat maka klausula tersebut tidak hanya akan ditambahkan di dalam pasal penghinaan martabat presiden dan wakil presiden, melainkan juga di pasal-pasal lain.
Pasal-pasal tersebut, kata Eddy, misalnya pasal kejahatan terhadap ideologi negara Pancasila.
"Jadi kalau itu untuk kepentingan akademik, pemberitaan atau kepentingan jurnalistik, kemudian juga pasal-pasal penghinaan terhadap pemerintah, pasal-pasal penghinaan kepada pejabat publik, pasal-pasal penghinaan yang menyerang martabat Presiden dan Wakil Presiden. Jadi ada sejumlah pasal," kata Eddy.
"Hanya diinsert (ditambah) saja empat kata itu. Karena itu tidak mengubah substansi, ya no problem menurut kami," sambung dia.
Ia berharap DPR juga setuju terkait hal tersebut mengingat proses pembentukan undang-undang merupakan kesepakatan dua pihak yakni pemerintah dan DPR.
Menurutnya, DPR juga akan sepakat dengan usulan Dewan Pers agar pasal-pasal di dalam RKUHP tidak memuat potensi untuk membungkam kebebasan pers.
Untuk itu, menurutnya Pers tidak perlu khawatir.
"Insya Allah (akan ditambahkan). Karena begini. Proses pembentukan UU kesepakatan dua pihak. Kalah DPR menyetujui dan pemerintah juga oke, tidak ada masalah," kata dia.
Eddy juga menegaskan RKUHP yang dirumuskan oleh tim ahli pemerintah itu sama sekali tidak menghidupkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pasal penghinaan presiden.
Justru, kata dia, rumusan RKUHP sesuai dengan putusan MK.
Selain itu, kata dia, di dalam RUU KUHP sama sekali tidak pernah disinggung mengenai tindak pidana pers.
Eddy juga mengungkapkan sebetulnya yang dikhawatirkan oleh Dewan Pers terhadap RKUHP adalah potensi pengekangan terhadap kebebasan pers.
"Sekali lagi potensi. Potensi ini kan bisa ya bisa tidak. Dikhawatirkan potensi bisa mengekang kebebasan pers," kata dia.
Delapan Pasal Disorot Dewan Pers
Eddy dan tim perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menerima audiensi Dewan Pers pada Rabu (20/7/2022).
Dalam kesempatan itu, Dewan Pers menyampaikan delapan pasal bermasalah di RKUHP yang terkait kebebasan pers.
Ketua Bidang Pengaduan dan Etika Pers, Yadi Hendriana, membeberkan pasal-pasal dimaksud.
Pertama, terkait dengan pasal penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, dalam Pasal 218-220.
Pihak Dewan Pers khawatir hal ini akan mengancam dan menghalangi fungsi pers sebagai kontrol sosial.
"Karena ketentuan ini kami anggap melanggar Pasal 28 f UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial serta berhak mencari memperoleh menyimpan dan lain-lain. Itu yang kami concern," ucap Yadi dalam audiensi tersebut, Rabu (20/7/2022).