Soal Calon Panglima TNI, Analis Politik dan Militer Ingatkan Potensi Ancaman Jelang 2024
Ginting juga bicara soal potensi konflik sosial yang akan mengganggu stabilitas keamanan negara menjelang Pemilu 2024 yang akan datang.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, mengatakan penunjukan calon Panglima TNI, pengganti Jenderal Andika adalah hak prerogatif Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Menurut dia, Presiden Jokowi adalah pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
“Jadi apapun keputusan presiden harus kita dukung,” kata dia, dalam keterangannya pada Jumat (25/11/2022).
Namun, dia meminta Presiden Jokowi menggunakan perspektif hakikat ancaman nyata kedaulatan Indonesia terkait pengajuan calon Panglima TNI, pengganti Jenderal Andika Perkasa.
“Ini bukan soal giliran atau pergantian berdasarkan matra, tapi saya lebih konsentrasi pada hakikat ancaman nyatanya,” ujarnya.
Menurut dia, hakikat ancaman nyata yang akan terus mengganggu Indonesia adalah kelompok separatis, kelompok yang ingin mendirikan negara khilafah, komunis dan liberalis.
“Dan yang kuat menangani itu adalah TNI matra Angkatan Darat sebetulnya,” katanya.
Baca juga: Kelebihan KSAL Yudo Margono, Dinilai Layak Jadi Panglima TNI Gantikan Andika Perkasa
Ginting kemudian juga meminta Presiden Jokowi belajar dari pengalaman terkait lepasnya Timor-Timur dari Indonesia ketika ingin mangajukan calon Panglima TNI.
Negara Timor Leste tersebut berhasil memisahkan diri dari Indonesia karena perjuangan kolompok separatis.
“Dan kelompok separtis itu nyata menjadi ancaman bagi kedaulatan negara kita. Seperatis itu sekarang ada di Papua,” katanya.
Ginting juga memberi contoh soal hakikat ancaman yang hingga saat ini terus berlangsung.
Bagi dia, pecahnya Provinsi Papua menjadi enam provinsi adalah wujud potensi ancaman nyata yang tidak bisa diabaikan.
“Itu kan nyata. Dari satu provinsi pecah menjadi dua provinsi, tambah empat provinsi. Jadi dari satu provinsi menjadi enam provinsi. Itu kan nyata ancamannya separtisme di sana,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ginting juga bicara soal potensi konflik sosial yang akan mengganggu stabilitas keamanan negara menjelang Pemilu 2024 yang akan datang.
Begitu juga soal potensi bencana alam yang datang silih berganti di Indonesia.
Baginya, yang paham dalam menyelesaikan potensi gangguan situasi keamanan nasional dan bencana alam ini bukan matra Angkatan Laut dan Udara.
Untuk itu, Ginting mengatakan bahwa pergantian Panglima TNI tidak harus berdasarkan bergantian atau bergiliran dari masing-masing matra TNI.
“Jadi kita jangan terjebak, ke depan salah satu yang perlu direvisi dari UU No. 34 Tahun 2004 adalah pasal tentang bergantian atau bergiliran. Itu mesti dihapus karena tidak sesuai dengan fungsi hak proregatif presiden,” tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.