Mantan Komite Pengarah BPDPKS Ungkap HET Jadi Biang Keladi Kelangkaan Minyak Goreng
Sutedjo Halim, menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya di Pengadilan Tipikor.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Dia juga menggarisbawahi masalah distribusi minyak goreng di pasar.
Pasalnya, kata dia minyak goreng yang dilempar ke pasar langsung hilang.
"Ketiga itu timbulah masalah pendistribusian. Pendistribusian itu produksi dilempar ke pasar langsung hilang, karena ada perbedaan harga ekonomi yang berbeda, yang tinggi. Ini mengakibatkan menjadi langka," katanya.
Sementara itu, Patra M. Zen, anggota penasihat hukum terdakwa Master Parulian Tumanggor menyatakan, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) terbukti keliru dan salah alamat.
"Terdakwa bukan orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas kelangkaan dan hilangnya minyak goreng dipasaran," kata Patra.
Patra menjelaskan berdasarkan keterangan Saksi, justru pelaku usaha bergotong royong untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dengan jalan menyalurkannya ke distributor.
Untuk itu Pemerintah berjanji untuk membayar selisih harga kepada para pelaku usaha, termasuk Wilmar Group.
"Ironisnya, hingga hari ini, para produsen belum mendapatkan pembayaran selisih harga HET dari BPDKS," ucap Patra.
Adapun, JPU Kejagung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Lima terdakwa dimaksud yakni ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Baca juga: Sidang Ungkap Penetapan HET Diduga Sebabkan Kelangkaan Minyak Goreng
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," papar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8/2022).