Saksi: HET dan Panjangnya Alur Distribusi Jadi Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng
Kelangkaan minyak goreng di Indonesia dalam periode Januari-Maret 2022 dipengaruhi kebijakan harga eceran tertinggi yang diterapkan pemerintah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur produsen crude palm oil (CPO) PT Triputra Agro Persada Tbk, Sutedjo Halim, menegaskan bahwa kelangkaan minyak goreng di Indonesia dalam periode Januari-Maret 2022 dipengaruhi kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang diterapkan pemerintah.
“HET menyebabkan adanya selisih harga keekonomian dengan harga yang ditentukan oleh pemerintah. Hal ini pun menimbulkan distorsi pada market di mana masyarakat kemudian memborong minyak goreng yang tersedia dengan harga murah. Selain itu, jalur distribusi yang ada terlalu panjang dan tidak terorganisir,” ujar Sutedjo saat bersaksi di sidang perkara dugaan korupsi dalam penerbitan persetujuan ekspor CPO, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Sutedjo lebih lanjut menjelaskan untuk mengatasi kelangkaan, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi meminta agar para perusahaan CPO dan minyak goreng dari hulu hingga hilir, baik eksportir maupun non-eksportir, untuk bergotong royong guna mendistribusikan CPO dan minyak goreng ke pasar dalam negeri.
“Komitmen ini berbeda dengan DMO (domestic market obligation). Menteri mengatakan bahwa kondisinya sudah sangat berat, sudah darurat dan semua diminta berkontribusi, bukan hanya eksportir. Banyak perusahaan yang kemudian memberikan komitmennya untuk membantu mengatasi kelangkaan minyak goreng, termasuk PT Triputra Agro Persada yang menjual 23 persen produksi CPO kami di bawah harga pasar walaupun kami tidak melakukan ekspor. Jadi, meski kami tidak wajib DMO kami juga ikut membantu,” katanya.
Baca juga: Mantan Komite Pengarah BPDPKS Ungkap HET Jadi Biang Keladi Kelangkaan Minyak Goreng
Sutedjo juga membenarkan bahwa Menteri Perdagangan menugaskan terdakwa Lin Che Wei untuk mengkoordinasi kontribusi dan komitmen dari para pelaku usaha.
“Masalah kelangkaan minyak goreng mereda setelah kebijakan HET diakhiri,” ungkap Mantan Anggota Sekretariat Komite Pengarah BPDPKS ini.
Selain saksi Sutedjo Halim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menghadirkan Abhinaya Putri Pambharu yang merupakan analis di Independent Research and Advisory Indonesia (IRAI), lembaga riset yang didirikan oleh Lin Che Wei.
Menurut kesaksian Abhinaya, Lin Che Wei menolak terlibat dalam penerbitan persetujuan ekspor dan menyampaikan penolakannya kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana via WhatsApp, yang ditunjukkannya kepada saksi.
Baca juga: Pengungkapan Kasus Mafia Minyak Goreng Dinilai Jadi Momentum Perbaikan Tata Kelola Sawit
Pada persidangan sebelumnya, Kepala Sub Direktorat pada Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Vita Budhi Sulistyo, menyatakan bahwa bahwa perizinan ekspor CPO dan produk turunannya adalah wewenang absolut dari pemerintah dan tidak melibatkan Lin Che Wei dan juga IRAI.
Dia juga mengaku sering ikut dalam diskusi dan sosialisasi di Kementerian Perdagangan terkait pemberlakukan kebijakan persetujuan ekspor (PE) CPO dan produk turunannya.
“Dalam zoom-zoom yang saya hadiri, tidak ada Lin Che Wei,” ujarnya saat bersaksi di persidangan.
Vita Budhi mengungkapkan, sejak kebijakan DMO efektif dicabut pada 20 Maret 2022 berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2022, Direktorat Jenderal Bea Cukai tidak lagi menjadikan PE sebagai syarat untuk melakukan ekspor CPO dan produk-produk turunannya.
"Memang, di lapangan masih ada perusahaan yang melampirkannya, tapi kami sudah tidak pertimbangkan lagi,” kata dia.
Kuasa hukum Lin Che Wei, Handika Honggowongso, menyatakan keterangan saksi-saksi menunjukkan bahwa kliennya tidak bersalah.
“Keterangan saksi-saksi lagi-lagi menjadi bukti bahwa sedari awal Lin Che Wei hanya diminta oleh Menteri Perdagangan untuk mengurusi program darurat minyak goreng sehingga tidak pernah terlibat dalam pengurusan persetujuan ekspor dari perusahaan mana pun,” ucapnya
Adapun, JPU Kejagung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Lima terdakwa dimaksud yakni ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," papar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.