Upaya Hukum Mahasiswa Apoteker Mencari Keadilan Mendapat Dukungan dari KAMPAK
Apoteker Merry, menjelaskan bahwa gugatan mahasiswa apoteker sudah masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan Try Out Uji Kompetisi Apoteker Indonesia (UKAI) pada Sabtu-Minggu, 3- 4 Desember 2022, mendapat perhatian khusus dari Koordinator Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker Kuat (KAMPAK), Merry Patrilinilla Chresna.
Dalam siaran pers yang dibagikan kepada redaksi, Apoteker Merry, menjelaskan bahwa gugatan mahasiswa apoteker sudah masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
“Mahasiswa apoteker, adik-adik kami sangat berpikir jernih dan tulus. Mereka melihat ada penyimpangan dalam pelaksanaan UKAI,” jelas Merry, Sabtu (3/12/2022).
Merry berharap semoga para mahasiswa yang sedang berjuang bisa mendapatkan keadilan.
Baca juga: Kampak Merumuskan Formula Baru Mengawal RUU Praktik Apoteker
Mahasiswa apoteker yang tergabung dalam apoteker korban Panitia Nasional Uji Kompetensi Apoteker Indonesia (PN UKAI) menggugat Komite Farmasi Nasional (KFN) sebagai penyelenggara UKAI.
Sementara itu ketika dimintai pendapatnya terkait upaya hukum yang dilakukan adik-adik mahasiswa, Merry memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya.
“KAMPAK mengikuti semua proses gugatan serta laporan mahasiswa apoteker, ke berbagai pihak penegak hukum seperti KPK, PTUN Jakarta, Pengadilan Negeri Jakarta Barat,” ungkap Merry.
Rasa salut dan bangga juga disampaikan Merry atas pemikiran dan komitmen Ketua Dewan Pembina Yayasan UTA ‘45, Rudiyono Darsono, dalam melawan dan memperjuangkan keadilan.
“Prinsipnya maju melangkah demi moralitas dan integritas patut kita apresiasi, dan menjadi contoh kami yang muda-muda ini,” papar Merry.
Baca juga: Tanggapan Resmi Ikatan Apoteker Indonesia Atas Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak
Rasa yang sama juga ditujukan bagi kampus UTA ‘45 yang berani maju berjuang, kritis, tidak semua kampus memiliki nyali yang sama.
Harapannya, kata dia, upaya ini terus berlanjut hingga mendapatkan keadilan.
“Intinya, sebagai seorang akademisi dan pendidik, sudah sepatutnya berpikir kritis, hapus segala bentuk pungli atas nama kompetensi, pembinaan, pembekalan atau apapun,” tutup Mery.