Pelaku Perusakan Lingkungan di Perum Perhutani Purwakarta Dijerat Pasal Berlapis
Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra berhasil menjerat pelaku perusakan lingkungan dan kawasan hutan produksi di Kabupaten Karawang
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra, berhasil menjerat pelaku perusakan lingkungan dan kawasan hutan produksi di Kabupaten Karawang.
Pelaku terancam dijerat dengan pidana berlapis.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra, Taqiuddin mengatakan, Gakkum KLHK menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan termasuk pelaku perusakan lingkungan dan perusakan kawasan hutan agar memberikan efek jera.
KLHK melimpahkan kasus Kerusakan Lingkungan dan Perusakan Hutan Negara di Dusun Simargalih V RT.16/RW.05 Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang, yang masuk dalam wilayah kerja Perum Perhutani KPH Purwakarta – BKPH Teluk Jambe Provinsi Jawa Barat kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Karawang.
Pelimpahan kasus ini dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Karawang pada 14 November 2022 dengan tersangka berinisial MU (46) warga Perum Sofi Residen, Desa Sukasari, Kec. Purwasari, Kab. Karawang, Prov. Jawa Barat. Selain Tersangka, Tim Penyidik juga menyerahkan sejumlah barang bukti.
"Penyidik Balai Gakkum Jabalnusra menerapkan pidana berlapis pada 2 (dua) Undang-undang, yaitu Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Taqiudin dalam keterangannya, Minggu (4/12/2022).
Penyidik menjerat pelaku karena mengelola limbah B3 tanpa izin dan penggunaan kawasan hutan tanpa iin. Pelaku akan dikenakan sangkaan Pasal 98 ayat (1) dan/atau Pasal 104 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana penjara maksimum 10 tahun dan denda maksimum Rp10 miliar dan Pasal 50 ayat (3) huruf a, serta Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a Jo. Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Ancaman pidana penjara maksimum 10 tahun serta denda maksimum Rp 7,5 miliar,” jelas Taqiuddin.
Berkaitan dengan penanganan perkara ini, Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK mengatakan bahwa pidana berlapis (multidoor) terhadap tersangka dikenakan agar ada efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup.
Rasio mengatakan pelaku tidak hanya dikenakan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tetapi juga dikenakan UU Kehutanan.
Baca juga: Ekosistem Hutan Batangtoru Tapanuli Terancam Deforestasi
Menurutnya pelaku kejahatan pembuangan limbah dan perusakan lingkungan hidup dan kawasan hutan harus dihukum seberat-beratnya.
"Kami ingatkan bahwa kami tidak akan kompromi, kami akan menindak lebih tegas para pelaku perusakan lingkungan hidup dan hutan. Kejahatan pengelolaan limbah B3 ilegal adalah kejahatan serius karena berdampak tidak hanya pada pencemaran lingkungan hidup akan tetapi mengganggu kesehatan masyarakat. Penindakan pidana berlapis ini harus menjadi peringatan dan pembelajaran bagi pihak-pihak lainnya, karena akan mendapat hukuman berlapis dan sangat berat,” tegas Rasio Ridho Sani.