Ferdy Sambo Bilang Jabatan Kadiv Propam Bikin Setiap Anggota Polri Merasa Terintimidasi Saat Bertemu
Ferdy Sambo menyatakan posisi jabatan Kadiv Propam Polri membuat anggota Polri lain merasa terintimidasi.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua, Ferdy Sambo menyatakan posisi jabatan Kadiv Propam Polri membuat anggota Polri lain merasa terintimidasi.
Hal itu diungkapkan Ferdy Sambo dalam sidang lanjutan, Rabu (7/12/2022).
Dia dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi untuk terdakwa Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.
Mulanya, majelis hakim menanyakan kepada Ferdy Sambo soal adanya dugaan intimidasi dari Ferdy Sambo terhadap Richard Eliezer dan Ricky Rizal saat Penyidik Polres Jakarta Selatan Rifaizal Samual.
"Saudara, sempat kemarin saksi Samual mengatakan saat dia mencoba menginterograsi kepada Richard, kepada Ricky. Kepada Richard terutama dia merasa terintimidasi saat saudara memerintahkan supaya tidak menanyakan terlalu dalam, bagaimana itu ceritanya?" tanya majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Baca juga: Ternyata Ini Alasan Ferdy Sambo Bikin Skenario Tembak Menembak dengan Brigadir J
Menanggapi pertanyaan itu, Ferdy Sambo menyebut kalau setiap siapapun anggota Polri saat bertemu dengan Kadiv Propam Polri maka perasaan terintimidasi akan terbentuk sendirinya.
Padahal, kata Ferdy Sambo, saat proses interogasi itu dirinya meyakini sama sekali tidak mengintimidasi para anak buahnya.
"Dalam bantahan saya kemarin saya sampaikan bahwa saya tidak pernah menyampaikan intimidasi verbal maupun fisik kepada mereka, tapi saya yakin secara psikologis mereka pasti akan terintimidasi yang mulia dengan posisi jabatan saya," ucap Ferdy Sambo.
"Secara psikologis mereka akan terintimidasi dengan jabatan saudara? dengan sendirinya ya walau saudara tanpa mengucapkan?" tanya lagi majelis hakim.
"Meskipun dalam pengucapan yang disampaikan oleh saksi bahwa 'kamu gak usah nanya keras keras', karena memang saya begini lah adanya yang mulia," tutur Ferdy Sambo.
Tak cukup di situ, Ferdy Sambo juga menyatakan kalau dirinya meminta kepada mantan Karo Provost Polri Benny Ali dan mantan Karo Paminal Polri Hendra Kurniawan untuk melakukan proses sesuai prosedur.
Dengan begitu, Ferdy Sambo memastikan kalau perintahnya itu tidak dalam unsur melarang siapapun melakukan pemeriksaan.
"Saat saudara ketemu saudara Benny dan Hendra di rumah tersebut apa yang saudara perintahkan kepada mereka?" tanya lagi majelis hakim.
"Saya hanya memerintahkan untuk melakukan sesuai prosedur saja, jadi terus terang yang mulia saya juga tidak menyangka bahwa ini akan berjalan seperti biasa. Karena saya perintahkan Karo Provos untuk mengamankan senjata, Karo Paminal untuk mengecek TKP, Kasat Serse untuk olah TKP, ini dilakukan secara seperti biasa yang mulia," kata Sambo.
"Saya tidak ada menyampaikan untuk 'kamu jangan begini', saya hanya menyampaikan lakukan proses sesuai prosedur dan itu lah yang harus saya sesali pasca kejadian ini," tukas dia.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.