Pengamat Sebut Kasus Ismail Bolong Bisa Jadi Pintu Masuk Pengusutan Mafia Tambang
Fahmy mengatakan kunci pemberantasan mafia tambang itu juga bergantung pada komitmen Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri baru saja membongkar kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur yang melibatkan Ismail Bolong.
Menurut pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyebut kasus Ismail Bolong itu bisa membuka pintu masuk pengusutan dan pemberantasan mafia tambang di Indonesia termasuk adakah elite yang ikut bermain.
Meski begitu, Fahmy mengatakan kunci pemberantasan mafia tambang itu juga bergantung pada komitmen Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
"Kasus Ismail Bolong barangkali sebagai pintu masuk pada KPK untuk mengusutnya. Tetapi, saya kira ini tidak akan jalan, apakah itu KPK, apakah Mahfud MD akan melanjutkan, tanpa ada endorse dari presiden," kata Fahmy saat dihubungi wartawan, Kamis (8/12/2022).
Baca juga: Ismail Bolong Jadi Tersangka, Kejaksaan Agung Menanti SPDP dari Polri
Fahmy mengutip keterangan Wali Kota Solo yang juga sekaligus anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka terkait dugaan adanya pihak-pihak di belakang pelaku pertambangan ilegal.
Dia menyebut pihak yang melindungi aktivitas tambang ilegal di Indonesia dengan istilah 'langit ke tujuh'.
"Gibran mengatakan ngeri melihat beking tambang di Indonesia. Maka saya kaitkan, itulah kekuatan langit ketujuh yang memback-up tadi. Nah siapakah mereka? Siapa yang menikmati aliran dana tadi? Ini tugas KPK untuk mengusut secara tuntas. Yang salah siapa harus ditindak sesuai hukum," tegas mantan anggota Tim Anti Mafia Migas ini.
Fahmi mengklaim berdasarkan pengalamannya elite yang membekingi aktivitas ilegal itu diduga berasal dari kalangan elit partai hingga elit ormas.
Ia bahkan menyebutkan beking tambang ilegal terdapat oknum dari anggota pemerintahan yaitu DPR dan DPRD.
"Dari hasil kajian kami di Tim Anti Mafia Migas, ini saya kira polanya sama. Jadi ring satu itu meliputi tadi, misal elit partai, elit ormas. Kemudian juga oknum-oknum anggota DPR atau DPRD yang membuat aturan Undang-Undang yang mungkin bahwa illegal mining itu sulit ditindak," ungkapnya.
Ibarat kasus Ferdy Sambi, Fahmy berucap kasus Ismail Bolong juga harus bisa menjadi momentum yntuk membongkar elit di balik pertambangan ilegal itu.
"Ini butuh komitmen yang kuat dari Jokowi untuk mengatasi masalah tambang ilegal karena kerugian negara ini besar sekali. Semestinya itukan untuk kemakmuran rakyat tapi hanya dinikmati oleh segelintir orang, termasuk beberapa oknum yang disebutkan oleh Ismail Bolong," katanya.
Fahmy juga mengatakan bahwa area pertambangan ilegal tersebar di seluruh Indonesia. Jumlahnya menurut dia amat banyak tapi tak tersentuh oleh hukum.
Data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terdapat lebih dari 2.700 lokasi pertambangan tanpa izin (Peti) atau tambang ilegal yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dari jumlah tersebut, lokasi Peti batu bara ada sekitar 96 lokasi, dan Peti mineral sekitar 2.645 lokasi, berdasarkan data triwulan ketiga 2021.
Untuk informasi, Penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan Ismail Bolong sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah membeberkan Ismail Bolong berperan sebagai pengatur jalannya pertambangan yang tidak memiliki izin usaha.
Diketahui, tambang ilegal yang dilakukan oleh Ismail Bolong cs di lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara.
"Peran IB mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat sebagai Komisaris PT EMP (PT Energindo Mitra Pratama) yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan," kata Nurul dalam konferensi pers, Kamis (8/12/2022).
Selain Ismail Bolong, penyidik juga telah menetapkan dua orang lain sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Keduanya yakni berinisial BP alias Budi dan RP alias Rinto.
Nurul mengatakan keduanya juga memiliki peran yang berbeda.
BP, kata Nurul, berperan sebagai penambang batu bara ilegal di wilayah PKP2B PT. Santan Batubara Blok Silkar Desa Santan Ulu, Kec. Marangkayu, Kab. Kutai Kertanegara.
"RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP," jelasnya.
Saat ini, ketiga tersangka tersebut sudah ditahan dengan dijerat pasal Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar serta pasal 55 ayat 1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.