ASPARMINAS: Pelaku Usaha AMDK Bisa Hemat Biaya Produksi Hingga 50 % Jika Beralih ke Galon BPA Free
Pemasangan label BPA free akan menguntungkan dari kedua sisi, yaitu konsumen dan pelaku usaha.
Penulis: Anniza Kemala
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggunaan galon berbahan dasar polikarbonat kerap menjadi isu yang dibahas oleh para pelaku industri. Selain dinilai dapat membahayakan kesehatan masyarakat selaku konsumen, penggunaan bahan dasar polikarbonat sebenarnya menelan biaya produksi yang cukup banyak bagi para produsen.
Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) mengungkapkan bahwa pelaku usaha seharusnya bisa menghemat biaya produksi hingga Rp1,5 triliun/tahun.
Menurut Sekretaris Jenderal Asparminas Eko Susilo, cara yang bisa dilakukan adalah dengan meninggalkan galon polikarbonat yang mengandung Bisfenol A (BPA) dan beralih menggunakan galon bebas BPA.
“Dibanding produksi galon guna ulang PC yang jauh lebih mahal, produksi galon guna ulang bebas BPA justru lebih hemat hingga 50 persen,” jelasnya.
Menurutnya, harga 1 kg polikarbonat bisa mencapai 4 dolar AS atau setara Rp62.000. Harga tersebut cukup jauh jika dibandingkan dengan harga 1 kg bahan dasar bebas BPA yang tersedia di dalam negeri, yaitu 1 dolar AS atau setara Rp15.000.
“Bahan dasar polikarbonat itu kan impor dan harganya mahal, sekitar 4 dolar AS per kg. Sebaliknya bahan bebas BPA cukup tersedia di dalam negeri dan harganya hanya 1 dolar AS per kg,” papar Eko.
“Jadi, seharusnya sumber dari dalam negeri yang justru didukung, bukan tetap memaksakan impor. Selain mengandung BPA dan tidak kompetitif, industri yang tetap melakukan impor ini jelas tidak hemat,” katanya.
Eko mengatakan, saat ini ada 1.200 pelaku industri air minum dalam kemasan, dengan volume air minum 35 miliar liter per tahun, 2.100 merek dan 7.000 lebih izin edar.
“Market leader menguasai 65 persen pasar air minum kemasan, disusul 25 persen industri menengah, dan sisanya 10 persen dikuasai para pelaku usaha kecil,” ungkap Eko.
Di saat yang bersamaan, pasar AMDK masih didominasi oleh galon guna ulang berbahan dasar polikarbonat.
“Dari 30-40 juta galon yang beredar di Indonesia saat ini, sebanyak 90 persen adalah galon guna ulang polikarbonat yang mengandung campuran senyawa berbahaya BPA,” sambungnya.
Pemasangan label BPA free menurut Eko akan menguntungkan dari kedua sisi, yaitu konsumen dan pelaku usaha. Pelaku usaha bisa lebih inovatif dan lebih tenang dalam menjalankan usaha air minum karena sudah sesuai regulasi pemerintah, dan masyarakat juga diuntungkan karena kesehatan mereka bisa lebih terjaga.
Selain didorong untuk berinovasi, para pelaku usaha juga perlu mengedepankan kepentingan masyarakat. Pelaku usaha air minum kemasan perlu mencari alternatif pengganti, seperti beralih ke galon plastik jenis bebas BPA yang secara internasional diakui lebih aman dan dari sisi produksi justru lebih hemat.
Pelabelan BPA free pada AMDK didukung penuh oleh Asparminas