Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Langgar Kebebasan Pers, PBB Sebut KUHP Baru Bertentangan dengan HAM

PBB menilai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang direvisi tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan hak atas kesetaraan.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Langgar Kebebasan Pers, PBB Sebut KUHP Baru Bertentangan dengan HAM
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
Demo pengesahan Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang Undang di gedung DPR RI Jakarta, Selasa (6/12/2022). 

"Setuju!' jawab peserta pada Selasa (6/12/2022).

KUHP terbaru itu diserahkan ke pemerintah untuk diteken Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan diberi nomor untuk masuk ke dalam lembar negara.

Paripurna untuk pengesahan KUHP terus tertunda sejak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014-2019 karena banyaknya gelombang aksi penolakan pasal yang dinilai publik bermasalah atau kontroversial.

Baca juga: KUHP Baru: Sebar Berita Bohong Terancam Dipidana 6 Tahun Penjara

Beberapa pasal kontroversial di antaranya pasal 98 yang mengatur pidana atau hukuman mati.

Dalam KUHP baru, pidana mati diancamkan secara alternatif.

Adapun bunyi Pasal 98 yaitu menjelaskan pidana mati tidak terdapat dalam stelsel pidana pokok.

Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.

Berita Rekomendasi

Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Baca juga: KUHP Baru: Seseorang Melakukan Makar Terhadap Presiden Bisa Diancam Maksimal Pidana Mati

Pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan, dan dapat diganti dengan pidana penjara seumur hidup.

Kemudian dalam pasal 277, seseorang terancam denda maksimal Rp10 juta (kategori II) jika berjalan atau berkendara di atas tanah pembenihan.

Bunyi Pasal 277 menjelaskan larangan masuk berjalan atau berkendara bagi seseorang yang tidak memiliki hak di atas tanah oleh pemiliknya.

Dalam penjelasannya yang dimaksud dengan berkendaraan, misalnya menggunakan sepeda, sepeda motor, atau sarana angkutan lainnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas