9 Desa di Cianjur Rawan Gempa, BMKG Dorong Pemerintah Lakukan Relokasi Pemukiman
BMKG mendorong relokasi sembilan desa di Cianjur, Jawa Barat yang terletak di lokasi rawan gempa karena berada di zona patahan atau Sesar Cugenang.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan, area sesar seluas kurang lebih 9 kilometer persegi tersebut dinyatakan sebagai zona berbahaya untuk dihuni karena rawan gempabumi.
"Pemicu gempa Cianjur Magnitudo 5.6 pada 21 November 2022 lalu adalah patahan atau Sesar Cugenang. Ini adalah sesar yang baru teridentifikasi dalam survei yang dilakukan BMKG," ungkap Dwikorita dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (8/12/2022) lalu.
Baca juga: Penjelasan BMKG Soal Gempa Sukabumi M 5,8 yang Terasa hingga Bogor dan Jakarta
Dwikorita mengungkapkan karena jalur patahannya ada di wilayah Cugenang maka dinamakan Sesar Cugenang.
Sebelumnya, kata dia, gempa Cianjur diduga disebabkan aktivitas Sesar Cimandiri karena pusat gempa berada di dekat sesar tersebut.
Namun setelah dilakukan analisis focal mechanism dan sebaran titik gempa-gempa susulan, analisis citra satelit dan foto udara, serta survei lapangan secara detail oleh BMKG terhadap pola sebaran dan karakteristik surface rupture (retakan/rekahan permukaan tanah), sebaran titik longsor, kelurusan morfologi, dan pola sebaran kerusakan bangunan, maka disimpulkan bahwa gempa Cianjur disebabkan oleh sesar baru Cugenang.
Dwikorita memaparkan, Sesar Cugenang membentang sepanjang kurang lebih 9 kilometer dan melintasi sedikitnya sembilan desa.
"Karena Sesar Cugenang adalah sesar aktif, maka rentan kembali mengalami pergeseran atau deformasi, getaran dan kerusakan lahan, serta bangunan."
"Area sepanjang patahan harus dikosongkan dari peruntukkan sebagai permukiman, sehingga jika terjadi gempabumi kembali di titik yang sama, tidak ada korban jiwa maupun kerugian materil," imbuhnya.
Penemuan atau penetapan zona patahan baru ini, lanjut Dwikorita, sangat vital dalam mendukung proses rehabilitasi dan rekonstruksi berbagai bangunan yang terdampak gempa, November lalu.
Karena, jangan sampai dalam prosesnya, rumah warga maupun berbagai fasilitas umum dan sosial lainnya kembali didirikan di jalur gempa tersebut.
Tidak Berarti Harus Dikosongkan
Lebih lanjut, Dwikorita mengungkapkan bukan berarti sembilan desa tersebut tidak bisa dimanfaatkan.
Menurut Dwikorita, area di jalur Sesar Cugenang bisa tetap dimanfaatkan untuk keperluan pertanian, kawasan konservasi, lahan resapan, maupun dikembangkan menjadi destinasi wisata dengan konsep ruang terbuka tanpa bangunan permanen.
"Poin utamanya, area lintasan Sesar Cugenang terlarang untuk bangunan tempat tinggal maupun bangunan permanen lainnya," pungkasnya.