Menkumham Jawab Kekhawatiran soal Pidana Mati di KUHP Baru
Menkumham mengatakan seorang terpidana hukuman mati menunggu selama 10 tahun apakah kelakuannya baik atau tidak.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan perihal hukuman atau pidana mati yang tak lagi menjadi pidana pokok dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.
Berdasarkan KUHP yang baru, pidana mati diancamkan secara alternatif.
Bunyi Pasal 98: "Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat".
Yasonna mengatakan seorang terpidana hukuman mati menunggu selama 10 tahun apakah kelakuannya baik atau tidak.
"Dan itu keputusan Mahkamah Konstitusi. Saat hukuman mati diuji mengatakan bahwa sebaiknya di dalam pelaksanaan hukuman mati atau kalau nanti ada perubahan uu nya, diambil ada masa percobaan. Ada masa percobaan 10 tahun," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/12/2022).
"Itu kita ambil middle ground. Kalau ditanya mengapa harus ditunggu 10 tahun? Ya memang manusia bisa berubah. Dalam praktik juga sekarang ada yang 15 tahun sekarang belum dieksekusi," lanjutnya.
Baca juga: Pasal Zina di KUHP Baru Tuai Sorotan, Yasonna: Jangan Paksakan Liberalisme Seksual di Bangsa Ini
Lebih lanjut, Yasonna juga menjawab kekhawatiran kepala lapas (kalapas) akan 'bermain' melalui surat kelakuan baik demi mendapat keuntungan, dalam KUHP baru ini.
Yasonna menegaskan bahwa bukan hanya Kalapas yang berperan dalam perubahan putusan hukuman seseorang.
"(Bilang) 'woah ini nanti kalapas yang akan seenak udelnya'. Memangnya membuat proses itu hanya kalapas?" ucapnya.
"Kalau perubahan komutasi hukuman yang berat dari seumur hidup menjadi hukuman penjara itu sampai ke presiden. Bukan seenak udelnya kalapas. Berarti enggak tahu dia proses di dalam. Enggak tahu mekanismenya ngomong aja," pungkas Yasonna.