Soroti Ucapan Pimpinan MA Angkat Tangan Lawan Markus, Pengamat: Sebaiknya Mundur
Pernyataan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto di pengadilan mencederai dan rendahnya kecerdasan emosional serta menjadi refleksi ketidakberdayaan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto di pengadilan mencederai dan rendahnya kecerdasan emosional serta menjadi refleksi ketidakberdayaan memberantas makelar kasus (markus).
Pendapat tersebut diungkapkan Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra di Jakarta, Rabu (14/12/2022).
Menurutnya, pernyataan tersebut menunjukkan pimpinan MA tak sanggup menghadapi keadaan di lingkungan terdekat MA yang terperosok dalam lingkungan koruptif.
"Ini menjadi keprihatinan, seharusnya pimpinan MA sebagai aktor utama yang harus berani dan tegas membenahi dunia peradilan khususnya akuntabilitas di Mahkamah Agung," katanya.
Dia menyarankan, pimpinan MA yang tidak ada kemauan dan kemampuan untuk membenahi dunia peradilan, seperti mafia kasus harus mundur dari jabatannya.
Jangan sampai para mafia kasus tersebut menguasai lembaga yang menjadi benteng terakhir pencari keadilan oleh masyarakat.
"Pernyataan pimpinan MA ini (terkesan kurang maksimal dalam menghadapi maraknya mafia kasus) sangat tidak menunjukan karakter pimpinan lembaga tinggi yang dipercaya oleh masyarakat," katanya.
Jangan sampai, lanjut dia, lembaga yang sangat dijunjung tinggi independensinya runtuh atau dirobek-robek dan rubuh marwahnya sebagai lembaga yang diagungkan.
Sebaiknya pimpinan yang tidak sanggup, secara legowo mundur.
"Harus segera mundur, karena sangat tidak layak bagi seorang pemimpin lembaga tinggi negara mengeluarkan kata-kata seperti itu," ungkapnya.
Menurut dia, lembaga MA harus bersih dari perilaku tercela.
Selain itu, penanganan dan sikap pimpinan tidak bisa disamakan pada institusi pribadi.
Baca juga: Usai Diperiksa KPK, Sekretaris MA Sebut Pemberhentian Gazalba Saleh Sudah Diusulkan ke Jokowi
Karena MA adalah lembaga tinggi negara yang dibentuk rakyat, untuk menegakkan hukum dan keadilan.
"Jadi orang-orang yang menjadi hakim agung maupun para pemimpinnya harus berhati agung dan mulia serta harus berani mempraktikkan revolusi mental," katanya.