Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aturan Hukuman Mati dalam KUHP Baru Disebut Rentan Disalahgunakan, Ini Respons Kemenkumham

Plt Dirjen PP Kemenkumham Dhahana Putra memberikan tanggapan soal aturan hukuman mati dalam KUHP setelah disorot Hotman Paris.

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Aturan Hukuman Mati dalam KUHP Baru Disebut Rentan Disalahgunakan, Ini Respons Kemenkumham
Tribunnews.com/ reza deni
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Dirjen PP) Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra di Poltekim dan Poltekip Tangerang, Kamis (15/12/2022). Ia memberikan tanggapan soal aturan hukum mati dalam KUHP baru. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM mengatakan aturan soal pidana mati dengan percobaan dalam KUHP akan melibatkan banyak unsur dari sejumlah lembaga.

Diketahui, dalam KUHP yang baru, ada kekhawatiran yang muncul soal pidana mati dengan percobaan 10 tahun, di mana jika berkelakuan baik, maka hukumannya menjadi pidana seumur hidup.

Satu orang yang mengangkat isu ini yakni pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea.

Kekhawatiran itu lantaran aturan soal pidana mati dengan percobaan ini bakal menjadi ajang jual beli pihak pemasyarakatan, yakni Lapas dan Rutan.

Namun, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Dirjen PP) Kementerian Hukum dan HAM Dhahana Putra, mengatakan pihaknya melibatkan banyak pihak soal aturan dan penerapannya ini.

Baca juga: Pakar Hukum di Indonesia Menjelaskan Pasal KUHP yang Masih Dipertanyakan

"Dari unsur pemasyarakatan (Dirjen PAS), dari unsur masyarakat, ada juga unsur dari kementerian lembaga. Jadi tidak serta merta hanya Kalapas, jadi ada unsur-unsurnya, mungkin ada psikolog juga," kata Dhahana dalam konferensi persi di Poltekim dan Poltekip Tangerang, Kamis (15/12/2022).

Berita Rekomendasi

Dia pun memastikan perubahan pidana mati di KUHP baru tidak akan membuat aturan soal pidana mati ini menjadi lemah.

Baca juga: Politisi Gerindra Sebut Indonesia Harus Bangga Punya KUHP Baru

"Jadi tidak serta merta bahwa perubahan itu langsung rekomendasi dari Kalapas, enggak. Itu ada tim khususnya. Minimal unsurnya itu ada dari lapas juga ada, dari masyarakat juga ada, psikolog juga ada, dan kementerian lembaga," kata Dhahana.

"Dan yang kedua adalah pada saat itu direkomendasikan, ada Kepresnya pak. Kepres akan berikan satu yuridis terkait perubahan dari pidana mati jadi pidana seumur hidup," pungkasnya.

Sebelumnya, Pengacara senior Hotman Paris mempertanyakan ketentuan hukuman mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

Ia menilai ketentuan pidana hukuman mati yang mesti diberikan dengan masa percobaan 10 tahun, rentan disalahgunakan menjadi praktik suap antara narapidana dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan.

Baca juga: Guru Besar UI: KUHP Baru Tidak Ganggu Turis dan Investasi di Indonesia

Ya dipenjara yang menentukan kelakuan kan kepala lapas, waduh,” tutur Hotman dikutip dari Instagram pribadinya @hotmanparisofficial, Senin (12/12/2022).

Surat keterangan kelakuan baik ini pasti jadi surat paling mahal harganya di dunia, orang akan mempertaruhkan apapun agar mendapatkan surat keterangan kelakuan baik,” paparnya.

Ia kemudian mempertanyakan apa fungsi putusan pengadilan pada terdakwa hukuman mati, jika hukumannya bisa dikurangi karena berkelakuan baik selama 10 tahun di dalam tahanan.

“Jadi apa artinya gitu loh, sudah persidangan, sudah divonis sampai PK (peninjauan kembali), hukuman mati. Tapi tidak boleh dihukum mati,” sebutnya.

Diketahui hukuman mati diatur dalam Pasal 100 KUHP baru, disebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan dua hal.

Pertama, rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Kedua, peran terdakwa dalam tindak pidana.

Kemudian Pasal 100 Ayat (4) menyatakan jika dalam masa percobaan itu terpidana menunjukan sikap terpuji maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan putusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas