Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ICW Soroti Usul KPK Soal Kepala Daerah Ditunjuk Pemerintah: Renggut Hak Rakyat

ICW menyebut usul Wakil Ketua KPK Alexander Marwata soal kepala daerah tidak lagi dipilih masyarakat sebagai upaya untuk merampas hak rakyat.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in ICW Soroti Usul KPK Soal Kepala Daerah Ditunjuk Pemerintah: Renggut Hak Rakyat
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut usul Wakil Ketua KPK Alexander Marwata soal kepala daerah tidak lagi dipilih masyarakat sebagai upaya untuk merampas hak rakyat. 

Apalagi, kata Alex, peta persoalan di masing-masing daerah semuanya sudah tersedia.

Baca juga: KPK Ungkap Wakil Ketua DPRD Jatim Diduga Korupsi Dana Hibah

Ia memberi contoh, peta persoalan daerah di wilayah timur Indonesia biasanya terkait dengan masalah stunting atau gizi buruk, serta tingkat kualitas pendidikan dan fasilitas kesehatan yang rendah.

Sehingga, dengan semua peta persoalan itu, yang perlu dilakukan tinggal menunjuk manajer yang baik atau profesional.

“Bisa dibayangkan di Papua sana. Saya ambil contoh saja dan saya yakin banyak di daerah yang lain. Saya yakin jauh lebih efektif, jauh lebih efisien, ketika kepala daerah di daerah-daerah yang masyarakatnya belum siap untuk pilkada langsung itu, kepala daerahnya ditunjuk langsung,” kata Alex dalam acara Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022 di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa (13/12/2022).

Alex berpendapat bahwa ketika kepala daerahnya adalah seorang profesional yang memiliki kapabilitas, akan jauh lebih efektif dan efisien bagi tercapainya kemajuan dan penyelesaian sejumlah persoalan di daerah dimaksud.

Jika nantinya pihak yang ditunjuk pemerintah tidak menunjukkan performa sesuai harapan, katanya, langsung bisa dicopot.

“Kita punya semua peta persoalan di daerah, tinggal tunjuk saja ‘kan manajer yang baik, gaji setiap bulan Rp500 juta. Bila tidak perform, satu tahun ganti, pecat. Selesai ‘kan kalau begitu,” kata Alex.

Berita Rekomendasi

Sementara dengan sistem yang berlaku saat ini, lanjut Alex, masyarakat harus menunggu selama lima tahun atau periode jabatan habis untuk menggantinya, meski kinerja kepala daerah bersangkutan buruk.

“Sialnya nanti dia (bisa) kepilih (lagi). Akibatnya 10 tahun duit habis, masyarakat nggak tambah sejahtera,” imbuhnya.

Pada kesempatan itu, Alex menyatakan bahwa pilkada yang diselenggarakan selama ini belum mampu menghasilkan kepala daerah yang berintegritas dan punya kapabilitas.

“Ini faktanya. Apalagi, tahun 2024 kita menghadapi pilkada serentak dengan pileg (pemilu legislatif) dan pilpres (pemilihan presiden/wakil presiden). Kami selalu mewanti-wanti kepada KPU dan Bawaslu, pusat maupun daerah,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas