Hendra Kurniawan Ungkap Alasan Menunjuk Ari Cahya Ikuti Perintah Ferdy Sambo soal Pengamanan CCTV
Hendra Kurniawan membeberkan alasan dirinya menunjuk Ari Cahya untuk turut mengikuti perintah Ferdy Sambo soal pengamanan kamera CCTV.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Karo Paminal Div Propam Polri Hendra Kurniawan membeberkan alasan dirinya menunjuk mantan Kanit I Subdit III Dittipidum Polri Ari Cahya alias Acay untuk turut mengikuti perintah Ferdy Sambo soal pengamanan kamera CCTV.
Salah satu alasan mengapa Acay turut dilibatkan dalam kasus ini, karena saat itu seluruh anggota di Detasemen C Paminal Polri yang dipimpin Hendra Kurniawan sedang menjalani tugas di Semarang.
Oleh karenanya Hendra Kurniawan menunjuk Acay yang juga merupakan tim dari Polri untuk melakukan pemantauan CCTV di kasus Unlawfull Killing KM50 mantan Laskar FPI.
Acay juga sekaligus menjadi orang yang ikut mengangkat jasad Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J untuk dimasukkan ke ambulans.
Baca juga: Hendra Kurniawan Bantah Kesaksian Soal Bertemu Ferdy Sambo untuk Bahas CCTV di Duren Tiga
Hal itu diungkapkan Hendra saat dirinya dihadirkan oleh jaksa penuntut umum sebagai saksi untuk terdakwa dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice Irfan Widyanto.
"Karena tanggal 8 pak FS memerintahkan cek CCTV komplek, saya menunjuk Ari Cahya yang saat itu sedang membantu mengangkat jenazah itu ke mobil, saya bilang 'ini ada orangnya bang', oh iya beliau (Ferdy Sambo) cuma manggut-manggut saja," kata Hendra Kurniawan dalam persidangan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022).
"Saya baru keingatan lagi kepada Ari Cahya karena di tempat kita tidak ada anggota," kata Hendra Kurniawan.
Pada saat itu, Hendra langsung menunjuk Ari Cahya untuk menuruti apa yang menjadi perintah Ferdy Sambo.
Perintah itu kembali dikonfirmasi oleh Hendra Kurniawan pada keesokan harinya di tanggal 9 Juli 2022. Namun ternyata nomor Ari Cahya tak dapat dihubungi.
"Disitu (saya) menelepon tapi tidak konek, ketika tidak tersambung, tidak ringing dua kali," kata dia.
Dari situ, Hendra Kurniawan lantas menghubungi mantan Kaden A Ropaminal Divpropam Polri Agus Nurpatria yang juga merupakan anak buahnya untuk menghubungi Acay.
Tak lama Acay yang menghubungi balik Hendra Kurniawan. Namun Acay kembali memerintahkan anggota lain yakni Irfan Widyanto yang turut ditetapkan sebagai terdakwa dalam perkara ini.
Baca juga: Hendra Kurniawan Ungkap Ferdy Sambo Sempat Linglung pada Hari Peristiwa Penembakan Brigadir J
"Saya panggil Agus mungkin HP saya jaringannya atau gimana. Ternyata setelah panggil Agus begitu juga tidak nyambung (Acay), terus kami pesen sarapan disitulah kurang lebih saya tak tahu pastinya jam berapa saudara AKBP Acay Ari Cahya itu menghubungi," tukas dia.
Irfan Widyanto tak Terima Surat Perintah
Terdakwa Irfan Widyanto mengaku tidak mendapat surat perintah (sprin) untuk mengambil DVR CCTV dari Bareskrim Polri.
Hal itu diungkapkan Irfan saat menjadi saksi dalam perkara obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atas terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria.
Awalnya, jaksa bertanya terkait prosedur pengambilan DVR CCTV yang dikira Irfan untuk kepentingan hukum itu.
Irfan hanya mengaku pengambilan DVR itu atas perintah Ari Cahya yang saat itu menjabat sebagai Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri.
"Saudara mengambil itu kan ada prosedur, ya diawali ini kan bukan seketika sudah ada jeda waktu. Sudah ada surat perintah kepada saudara dari Bareskrim?" kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2022).
"Saya saat itu datang ke Duren Tiga atas perintah Kanit (Ari Cahya) saya langsung," jawab Irfan.
"Saya tanya ada surat perintah tertulis dari Bareskrim?" ungkap jaksa.
"Saya tidak tahu," tutur Irfan.
"Saudara ada memegang surat perintah dari Bareskrim untuk melaksanakan tugas itu?" tanya jaksa kembali.
"Tidak ada," jawab Irfan.
Baca juga: Hendra Kurniawan Akui Perintahkan Amankan Rekaman CCTV di Sekitar TKP Pembunuhan Brigadir Yosua
"itu yang penting, penting sakali?" cecar jaksa.
"Karena itu kewenangan Kanit saya," ucap Irfan.
Jaksa pun kembali mencecar Irfan terkait surat perintah manakala baru mendapatkannya setelah proses pengambilan DVR tersebut dilakukan.
Namun, Irfan kembali menyebut tidak ada surat perintah dari Bareskrim Polri terkait pengambilan DVR CCTV tersebut.
"Iya, kan setiap ada tindakan hukum kan harus ada surat perintah. Oke tidak ada surat perintah. Setelah kejadian ada nggak surat perintah menyusul, kepada saudara yang diberikan setelah saudara ambil adakah surat perintah, ada tidak?" ucap jaksa.
"Tidak ada," tegas Irfan.
"Sampai hari ini ada surat perintah?" ungkap jaksa.
"Tidak ada, biasanya surat administrasi..," ucap Irfan.
"Saudara itu yang ditanya itu ada surat perintah tidak?" potong hakim.
"Tidak ada," ucap Irfan.
"Ya sudah," kata hakim.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.